EKONOMI DIGITAL

BKF: Kebijakan Insentif PPh Bakal Terdampak Pajak Minimum Global

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 Juli 2021 | 21:39 WIB
BKF: Kebijakan Insentif PPh Bakal Terdampak Pajak Minimum Global

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Selain Pilar 1, ada pula Pilar 2 yang disepakati para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 untuk mengatasi tantangan perpajakan yang muncul dari digitalisasi dan globalisasi ekonomi.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu mengatakan kesepakatan Pilar 2 ditujukan untuk mengatasi isu base erosion and profit shifting (BEPS) dengan memastikan perusahaan multinasional, memiliki minimum omzet konsolidasi €750 juta, membayar pajak penghasilan dengan tarif minimum 15% di negara domisili.

“Pilar 2 dengan demikian menghilangkan adanya persaingan tarif pajak yang tidak sehat atau yang dikenal dengan race to the bottom sehingga diharapkan menghadirkan sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan inklusif,” tulis BKF dalam keterangan resminya, Kamis (15/7/2021).

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Dengan batasan atau threshold tersebut, sambung BKF, Indonesia berpeluang untuk mendapatkan tambahan pajak dari perusahaan multinasional domisili Indonesia yang memiliki tarif pajak penghasilan efektif di bawah 15%.

Di samping potensi manfaat, Pilar 2 ini mempunyai dampak terhadap kebijakan insentif PPh pemerintah. Desain insentif perpajakan, khususnya dengan penerapan tarif pajak efektif kurang dari 15%, harus didesain ulang menyesuaikan dengan pilar dua.

BKF mengatakan Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat menerapkan insentif pajak dengan tarif yang lebih rendah dari 15% untuk tujuan misalnya menarik investasi. Dengan ketentuan ini, keputusan investasi diharapkan tidak lagi berdasarkan tarif pajak tetapi berdasarkan faktor fundamental.

Baca Juga:
Cek Update Aturan Insentif PPN Rumah Tapak dan Rusun DTP di DDTC ITM

“Pemerintah cukup optimistis bahwa investasi di Indonesia tetap akan bertumbuh seiring percepatan dan penguatan reformasi struktural yang berdampak positif pada peningkatan iklim usaha,” ujar Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi tersebut.

Dia mengatakan sistem perpajakan internasional yang baru ini selaras dengan semangat reformasi perpajakan nasional yang di antaranya bertujuan untuk meningkatkan basis pemajakan secara adil. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, hal tersebut penting untuk mengoptimalkan sumber penerimaan domestiknya.

Penyebab rendah dan terus turunnya rasio pajak terhadap PDB Indonesia adalah belum mampunya sistem pemajakan menangkap peningkatan aktivitas ekonomi, salah satunya karena aksi BEPS.

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Berdasarkan pada data OECD, 60%-80% perdagangan internasional merupakan transaksi afiliasi perusahaan multinasional yang ditujukan untuk menghindari pajak dengan cara memindahkan laba ke negara dengan tarif pajak lebih rendah.

“Di Indonesia, laporan wajib pajak menunjukkan bahwa 37%-42% PDB merupakan transaksi afiliasi. Bila dibiarkan, hal ini tentunya merugikan bagi perpajakan Indonesia. Dengan adanya tambahan hak atas pemajakan dalam kedua pilar, basis pajak Indonesia akan meningkat,” ujar Febrio. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kamis, 17 Oktober 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN