Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil.
JAKARTA, DDTCNews -- Pemerintah berencana menerapkan aturan pajak progresif terhadap kepemilikan tanah lebih dari satu bidang. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (20/8/2019).
Rencana kebijakan ini telah termuat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang rencananya akan disahkan pada September 2019. Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil mengatakan kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengendalikan lahan.
Itu kebijakan fiskal yang akan kita perkenalkan di dalam RUU Pertanahan. Itu sebagai insentif dan diinsentif,” katanya.
Selain membuat pengunaan lahan semakin maksimal, rencana kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menutup celah spekulan tanah. Terlebih, pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke salah satu provinsi di Kalimantan.
“Fiscal policy ini akan menetralkan,” imbuhnya.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti terkait kepastian bagi wajib pajak. Hal ini dinilai penting untuk dipertimbangkan pemerintah, selain berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Hingga saat ini, besaran tarif pajak progresif masih dalam pembahasan. Namun, Sofyan mengaku skema progresivitas akan berlaku seperti pajak progresif kendaraan. Selain itu, kebijakan ini akan mengatur besaran pajak yang lebih tinggi untuk lahan yang berada di lokasi strategis.
“Misalnya, mobil pertama pajaknya 100%, mobil kedua 150%, dan seterusnya. Nanti di daerah yang dekat TOD [transit oriented development], pajaknya lebih mahal. Yang pinggiran lebih murah, sehingga terjadi rasionalisasi,” tutur Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristaiji mengatakan setidaknya ada 6 hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan kepastian. Pertama, penghormatan hak WP yang tecermin dalam undang-undang. Kedua, komitmen mencegah dan menyelesaikan sengketa pajak dari hulu hingga hilir.
Ketiga, paradigma baru hubungan antara otoritas pajak dan WP yang saling menghormati (setara), saling percaya, dan saling transparan. Keempat, menerapkan compliance risk management (CRM) secara konsisten.
Kelima, partisipasi WP dalam proses perumusan kebijakan pajak. Keenam, mengurangi biaya kepatuhan melalui pembatasan mekanisme withholding tax, termasuk mengikutsertakan redesain sanksi, denda, dan reward bagi agen withholding.
Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Nasruddin Joko Suryono mengatakan pemerintah memang berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan. Namun, kenaikan ini bukan semata untuk alasan penerimaan negara.
“Penentuan target pendapatan cukai diarahkan untuk mengendalikan konsumsi dan mengurangi dampak negatif barang kena cukai melalui penyesuaian tarif CHT,” katanya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.