Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan yang berkaitan langsung dengan pajak pertambahan nilai (PPN) karena penerimaan dari pos tersebut dinilai kurang optimal. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (6/2/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan PPN masih belum optimal karena ketentuan yang ada belum bisa menjawab tantangan terkini, termasuk kaitannya dengan teknologi. Selain itu, banyaknya pengecualian pengenaan PPN juga memberikan pengaruh.
“PPN yang kita kumpulkan itu hanya ada 50% dari potensi. Ini karena satu teknologi dan ada banyak sekali pengecualian pajak. Area ini yang akan terus kita review, apakah pengecualian pajak perlu dilanjutkan atau kita merlu merevisinya,” kata Sri Mulyani.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan PPN pada tahun lalu tercatat senilai Rp532,91 triliun atau 81,31% dari target Rp655,39 triliun. Realisasi itu terkontraksi dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya yang mencapai Rp537,3 triliun.
Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti rencana Ditjen Pajak (DJP) membangun pusat data dan informasi yang terintegrasi. Integrasi data dan informasi dari eksternal dan internal DJP diperlukan untuk pengujian kepatuhan pajak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dengan PDB nominal 2019 senilai Rp15.833,9 triliun, value added tax (VAT) ratio pada 2019 hanya sebesar 3,36%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan capaian 2018 yang tercatat sebesar 3,62%.
Selain itu, dengan konsumsi rumah tangga senilai Rp8.965,8 triliun, VAT gross collection ratio hanya mencapai 59,43%. Capaian ini jauh lebih rendah dari dibandingkan dengan posisi 2018 yang mencapai 64,97%. Baca Analisis ‘Mengukur Kinerja Penerimaan PPN’. (Bisnis Indonesia)
Pada saat yang bersamaan, estimasi belanja perpajakan untuk jenis PPN pada 2018 tercatat senilai Rp145,6 triliun atau 65,85% dari total Rp221,1 triliun. Nilai tersebut naik dari posisi tahun sebelumnya Rp132,8 triliun. Namun, pada 2017, jenis pajak ini mengambil porsi lebih tinggi, yaitu 67,47% dari total Rp196,8 triliun.
Besarnya belanja perpajakan untuk PPN dan PPnBM berasal dari pengecualian kewajiban pengusaha kecil untuk menjadi pengusaha kena pajak (PKP) yang memungut PPN, serta pengecualian pengenaan PPN atas barang dan jasa tertentu yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat. (DDTCNews)
Bank Dunia menyoroti kinerja nominal penerimaan PPN di Indonesia yang sama dengan Thailand dan Malaysia meskipun tarif di Indonesia lebih tinggi. Hal ini dikarenakan threshold omzet pengusaha kena pajak (PKP) yang dinilai terlalu tinggi.
Pada saat yang bersamaan, ada beberapa barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang dikecualikan dari pengenaan PPN. OECD juga merekomendasikan agar Indonesia mencabut sejumlah pengecualian pengenaan PPN yang selama ini diberlakukan. Gratis, Download E-Book Konsep & Studi Komparasi PPN di Sini! (Bisnis Indonesia)
Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP R. Dasto Ledyanto mengatakan integrasi data sangat diperlukan dalam proses bisnis otoritas pajak. Pasalnya, uji kepatuhan hanya bisa dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan data pembanding.
“Untuk integrasi data memang arah sudah ke sana dan bisa kita lakukan. Hal tersebut sudah kita mulai dan tahun ini akan kita giatkan lagi,” katanya.
Dasto melanjutkan landasan hukum untuk integrasi data adalah Perpres No. 39/2019 tentang Satu Data Indonesia. Kini, aturan teknis yang menjadi tata cara integrasi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Integrasi data akan semakin memperkaya basis data DJP. Otoritas sudah mengantongi beberapa data kunci untuk uji kepatuhan wajib pajak, antara lain keterbukaan informasi perbankan domestik dan pertukaran informasi lintas yurisdiksi dalam bentuk automatic exchange of information (AEoI). (Kontan/DDTCNews)
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan ada beberapa cara untuk meningkatkan kepatuhan. Beberapa cara itu melalui imbauan, pemeriksaan bukti permulaan, hingga penyidikan. Selain itu, perlu untuk menumbuhkan kesadaran wajib pajak dan membangun paradigma baru hubungan wajib pajak dengan otoritas pajak yang saling terbuka, saling percaya, dan saling menghormati. (Kontan)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Kementerian Keuangan masih menunggu usulan klasifikasi riset yang layak diberikan insentif super tax deduction, sebelum menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK).
"Kami menunggu dari klasifikasi yang ditetapkan oleh para menteri-menteri terkait. Sama seperti supertax deduction yang untuk vokasi, itu ditetapkan kriterianya. Ini untuk riset juga sama, riset seperti apa yang memang akan dimasukkan," kata Sri Mulyani. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.