PENINJAUAN KEMBALI (2)

Berbagai Alasan Permohonan Peninjauan Kembali, Apa Saja?

Redaksi DDTCNews | Senin, 24 Agustus 2020 | 14:45 WIB
Berbagai Alasan Permohonan Peninjauan Kembali, Apa Saja?

APABILA wajib pajak masih belum puas dengan putusan banding, terdapat upaya hukum yang bisa diambil wajib pajak. Upaya hukum yang dimaksud adalah peninjauan kembali yang dapat diajukan kepada Mahkamah Agung melalui kepaniteraan Pengadilan Pajak. Simak artikel ‘Memahami Definisi dan Cakupan Peninjauan Kembali’.

Adapun alasan-alasan pengajuan permohonan peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) dan Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung s.t.d.t.d Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 (UU MA).

Sesuai dengan Pasal 89 UU Pengadilan Pajak, permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Perlu dipahami pula, permohonan peninjauan kembali tidak akan menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Selain itu, permohonan peninjauan kembali juga dapat dicabut sebelum Mahkamah Agung memutus perkara. Apabila sudah dicabut, permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi. Ketentuan dalam UU Pengadilan Pajak ini selaras dengan yang tercantum dalam Pasal 66 UU MA.

Selain ketentuan tersebut, perlu dipahami permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan beberapa alasan dan dalam jangka waktu tertentu. Merujuk Pasal 91 UU Pengadilan Pajak, permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan dengan alasan-alasan beserta jangka waktu sebagai berikut:


Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Dalam praktik peradilan, alasan peninjauan kembali seperti karena adanya kebohongan atau tipu muslihat sebetulnya jarang ditemukan. Hal itu disebabkan karena sulitnya untuk membuktikan ada kebohongan dalam suatu putusan secara konkret dan objektif.

Adapun alasan pengajuan PK yang paling umum ditemukan dan paling besar frekuensinya adalah alasan kelima, yaitu apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Alasan ini dianggap sangat luas jangkauannya. Berbagai pertimbangan dan pendapat yang tertuang dalam putusan, dapat dikonstruksi sebagai bentuk kekeliruan dalam pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Alasan ketiga juga cukup menarik diperhatikan, walapun dalam praktiknya jarang ditemukan. Alasan ketiga adalah ‘apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c.

Jika dibaca kalimat pertama (sebelum kecuali), alasan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, putusan mengabulkan suatu hal, sedangkan hal itu sama sekali tidak ada diminta pemohon banding dalam banding.

Kedua, putusan melebihi dari apa yang dituntut. Pada dasarnya, Hakim dilarang memberikan atau mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut. Ketentuan ini melanggar prinsip ultra petitum partium atau ultra petita. Dengan kata lain, Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kendati demikian, apabila dilanjutkan dengan kalimat selanjutnya (kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c), dapat diartikan bahwa putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian dan seluruhnya, serta menambah pajak yang harus dibayar tidak serta merta dapat menjadi alasan pengajuan peninjauan kembali.

Hal ini dapat dipahami mengingat sengketa perpajakan terkait erat dengan perbedaan perhitungan pajak terutang antara wajib pajak dan otoritas pajak. Oleh sebab itu, dalam suatu putusan banding misalnya, jumlah pajak terutang dapat berbeda sesuai dengan hasil proses penyelesaian sengketa terkait.

Dengan kata lain, jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam suatu putusan banding merupakan konsekuensi logis dari proses interpretasi hakim terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas sengketa pajak yang bersangkutan.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Ketentuan dalam Pasal 91 UU Pengadilan Pajak ini menyiratkan baik wajib pajak maupun otoritas pajak tidak dapat mengajukan peninjauan kembali hanya karena jumlah pajak tidak sesuai dengan tuntutan masing-masing pihak yang bersengketa.

Untuk itu, tidak heran jika alasan peninjauan kembali yang biasa digunakan adalah alasan kelima, yaitu adanya suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN