UU HPP

Banggar DPR Usul Pajak Karbon Ditunda Hingga Akhir 2022, Ini Alasannya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 29 Maret 2022 | 17:30 WIB
Banggar DPR Usul Pajak Karbon Ditunda Hingga Akhir 2022, Ini Alasannya

Suasana bongkar muat batubara untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022). ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.

JAKARTA, DDTCNews - Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah meminta pemerintah untuk menunda implementasi pajak karbon hingga akhir Desember 2022.

Usulan Said tersebut merespon pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan penerapan pajak karbon diundur menjadi Juli 2022, dari yang seharusnya mulai berlaku per 1 April 2022.

"Karena roadmap pajak karbon tidak sesederhana yang kita pikirkan. Butuh kesiapan tidak hanya dari pemerintah, tapi terutama dunia usaha. Ini memang tentunya ada pro dan kontra, maka harus dimatangkan dahulu lebih baik implementasinya di akhir Desember 2022 saja," kata Said, Selasa (29/3/2022).

Baca Juga:
Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Menurut Said, pengujung tahun merupakan waktu yang tepat untuk implementasi kebijakan pajak karbon karena harapan pemulihan ekonomi pada tahun ini akan lebih jelas tergambar.

Said juga menilai dampak pajak karbon terhadap perekonomian bakal minim. Sebab di tahap awal, tarif pajak karbon yang dibanderol senilai Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COe2) hanya dikenakan terhadap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

"Jadi di tahap awal itu dampaknya tidak akan signifikan, karena itu sebenarnya semacam warning dari pemerintah, warning ke industri lain untuk mulai bersiap-siap," ujar Said.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Said yang juga merupakan Anggota Komisi XI DPR RI mengatakan tujuan pajak karbon adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sebagaimana tidak lanjut komitmen internasional dalam Paris Agreement beberapa tahun lalu. Hanya saja, dia bilang pemerintah perlu lebih cermat dan teliti saat menerapkannya nanti karena emisi karbon yang dihasilkan dunia usaha berbeda-beda.

Dia mencontohkan industri semen yang memang masih banyak menggunakan batu bara sebagai bahan bakar produksi,. Namun, ada juga pabrikan semen yang sudah hampir zero emisi.

"Jadi nanti aturannya harus jelas. Jangan sampai malah nanti pelaku usaha hanya tertarik trading-nya (perdagangan karbon). Jadi pemerintah harus terus berkonsultasli dengan DPR RI dan melakukan pendekatan ke dunia usaha. Karena kita ingin menciptakan keseimbangan," kata Said.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menyampaikan pelaksanaan pajak karbon diundur karena aturan turunan terkait pasar karbon, perdagangan karbon, dan nilai ekonomi karbon belum rampung hingga kini.

"Kita ingin memastikan konsistensi kebijakan dari pajak karbon ini adalah sejalan dengan konteks nilai ekonomi karbon dan pasar karbon yang memang dari awal kita ingin koneksikan keduanya dengan pajak karbon," ujar Febrio, Senin (28/3/2022).

Selain itu, Febrio mengatakan pemerintah juga mempertimbangkan jika pajak karbon diterapkan bulan depan, maka akan berpengaruh pada sisi supply dan demand. Apalagi bulan depan memasuki periode Ramadhan yang secara tren biasanya terjadi kenaikan produksi dan konsumsi. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN