TATA PEMERINTAHAN

Apindo: Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Negara Tidak Relevan Lagi

Redaksi DDTCNews | Kamis, 13 Juni 2019 | 17:04 WIB
Apindo: Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Negara Tidak Relevan Lagi

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani seusai bertemu Presiden Joko Widodo. (foto: Setkab)

JAKARTA, DDTCNews – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti masalah perpajakan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana pada hari ini, Kamis (13/6/2019).

Seusai pertemuan, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengaku sudah meminta Presiden Joko Widodo untuk segera fokus pada penyelesaian revisi Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Jadi yang terkait dengan hal itu lebih mendesak untuk kita selesaikan ketimbang ketentuan umum dan tata cara perpajakan [UU KUP],” ujarnya, seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Dia mengatakan Apindo dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) – yang juga bertemu dengan presiden – menilai kondisi yang terjadi di Kementerian Keuangan pada saat ini sudah bagus. Sinergi antara Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berjalan sangat baik.

Atas kondisi itu, sambungnya, wacana untuk membuat badan baru yang menangani penerimaan negara sudah tidak lagi relevan. Seperti diketahui, isu mengenai pembentukan badan semi otonom yang terpisah dari Kemenkeu sudah menjadi bahasan selama pemerintahan Kabinet Kerja.

“Oleh karena itu, kami menyampaikan sebaiknya kita fokus kepada pembahasan di PPN dan PPh supaya langsung dampaknya bisa dirasakan oleh kita semua,” imbuh Hariyadi.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Selain perpajakan, dia juga bercerita tentang tren investasi 10 tahun terakhir yang justru masuk pada industri padat modal. Sementara, ada penurunan dari sisi industri padat karya. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk melihat kembali UU Ketenagakerjaan.

“Karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini,” katanya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS

8 Program Hasil Terbaik Cepat Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja