PAJAK penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak yang menyasar penghasilan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan subjek pajak dalam negeri. Hal ini membuat perhitungan PPh Pasal 21 terdiri atas berbagai komponen.
Salah satu komponen yang kerap muncul adalah premi jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kematian (JKm). Komponen tersebut merupakan bagian dari program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan JKK dan JKm?
Definisi
MERUJUK pada laman resmi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
JKK bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Berdasarkan laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, JKK memberikan perlindungan atas risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Sementara itu, yang dimaksud dengan Jaminan Kematian (JKm) adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Melansir dari laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, Jkm memberikan manfaat uang tunai kepada ahli waris ketika peserta BPJS Ketenagakerjaan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja.
Perlakuan Pajak
PERLAKUAN pajak atas premi JKK dan JKm dapat berbeda tergantung pada apakah premi tersebut ditanggung pemberi kerja atau pegawai. Adapun berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf n UU PPh premi asuransi merupakan objek PPh.
Selanjutnya, dalam lampiran PER-16/2016 mengenai petunjuk umum penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap menyatakan premi JKK dan JKm yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.
Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.
Dalam perhitungan PPh Pasal 21, premi JKK dan JKm tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
Merujuk Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi tidak boleh dibiayakan.
Namun, terdapat pengecualian apabila premi tersebut dibayarkan oleh pemberi kerja dan diperhitungkan sebagai penghasilan bagi wajib pajak. Hal ini berarti, apabila premi JKK dan JKm ditanggung oleh perusahaan, maka premi JKK dan JKm tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai
Dengan kata lain, premi itu menambah penghasilan bruto pegawai dan dapat menjadi biaya fiskal perusahaan. Namun, apabila premi JKK dan JKm dibayarkan sendiri oleh pegawai, maka tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto pegawai dan tidak dapat menjadi biaya fiskal perusahaan.
Selanjutnya, Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh menyatakan pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa dikecualikan dari objek pajak.
Hal ini berarti apabila suatu saat pegawai tersebut mengklaim dan menerima manfaat atas premi tersebut maka penerimaan manfaat itu bukanlah objek PPh Pasal 21. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.