Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Tanda tangan elektronik untuk wajib pajak menjadi salah satu aspek yang diyakini mampu meningkatkan performa kemudahan pembayaran pajak dalam peringkat ease of doing business (EoDB) Indonesia. Topik tersebut menjadi salah satu topik bahasan pada hari ini, Jumat (2/7/2021).
Ketentuan mengenai tanda tangan elektronik telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 63/2021. Beleid ini merupakan pelaksanaan dari PP 74/2011 s.t.d.d. PP 9/2021. Sesuai dengan Pasal 63A PP tersebut, wajib pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan secara elektronik menggunakan tanda tangan elektronik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kemudahan dalam pembayaran pajak. Tanda tangan elektronik menjadi salah satu dari 4 upaya yang dijalankan Ditjen Pajak (DJP) pada tahun ini.
“Berbagai upaya penyederhanaan dilakukan dan ini tercermin dari ease of doing business kita. Semula 148 [pada 2016] peringkatnya dari sisi kemudahan membayar pajak, sekarang kita berada pada ranking 81 [pada 2020]," ujar Sri Mulyani.
Selain mengenai upaya untuk meningkatkan kemudahan pembayaran pajak, ada pula bahasan mengenai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Jawa dan Bali pada 3-20 Juli 2021. Bagaimana dampaknya pada skema kerja pegawai DJP dan pelayanan tatap muka kantor pajak?
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dalam PMK 63/2021, tanda tangan elektronik didefinisikan sebagai tanda tangan yang terdiri dari informasi elektronik yang dilekatkan dengan informasi elektronik lainnya, yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Terdapat dua tanda tangan elektronik yang diatur pada PMK ini, yakni tanda tangan elektronik yang tersertifikasi dan yang tidak tersertifikasi. Tanda tangan elektronik tersertifikasi adalah tanda tangan elektronik yang dibuat dengan memakai sertifikat elektronik.
Sementara itu, tanda tangan elektronik yang tidak tersertifikasi adalah tanda tangan elektronik yang dibuat dengan menggunakan kode otorisasi DJP. Simak beberapa ulasan mengenai PMK 63/2021 di sini. (DDTCNews)
Selain tanda tangan elektronik untuk wajib pajak, ada 3 upaya lain yang dilakukan DJP untuk mempermudah pembayaran pajak. Pertama, integrasi dan validasi sistem pembayaran pajak penghasilan (PPh) pengalihan tanah yang komprehensif melalui kerja sama antara pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan DJP.
Kedua, kemudahan proses registrasi wajib pajak melalui penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) secara sekaligus dengan penerbitan sertifikat pendaftaran perseroan terbatas (PT). Ketiga, simplifikasi proses pengembalian pendahuluan PPN atau restitusi PPN dipercepat. (DDTCNews)
Merujuk pada ketentuan PPKM Darurat yang baru saja diumumkan, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan tidak ada kebijakan khusus mengenai pembatasan jumlah pegawai yang WFO pada kantor pemerintahan.
"Kalau konsepnya tidak ada yang khusus untuk pemerintahan. Untuk saat ini, DJP memiliki kebijakan untuk daerah merah bisa WFO sebesar 10% saja," ujar Neilmaldrin.
Ke depan, ketentuan mengenai pembatasan jumlah pegawai yang bekerja di lingkungan DJP akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada setiap daerah. Hal tersebut disesuaikan dengan ketentuan satgas setempat dan arahan pimpinan. Simak ‘PPKM Darurat, Begini Skema Kerja Pegawai dan Pelayanan Langsung DJP’. (DDTCNews)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat adanya pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) kepada wajib pajak yang tidak berhak.
Temuan ini masuk dalam laporan pemeriksaan kinerja atas pemberian insentif dan fasilitas perpajakan pada sama pandemi Covid-19 di Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) serta instansi terkait lainnya di Jakarta, Bekasi, dan Bandung.
"Sebanyak 376 wajib pajak dengan nilai peredaran usaha di atas Rp4,8 miliar namun memanfaatkan PPh final DTP senilai Rp45,88 miliar," tulis BPK dalam laporan pemeriksaan kinerja tersebut. Simak ‘Temuan BPK, Ada WP Pemanfaat PPh Final UMKM DTP yang Tidak Berhak’. (DDTCNews)
Tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Juli 2021 – 31 Juli 2021 sama dengan patokan bulan lalu. Ketentuan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.38/KM.10/2021.
Terdapat 4 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,54% sampai dengan 1,79%. Keempat tarif tersebut sama dengan tarif pada periode Juni 2021. ‘Simak di Sini! Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Juli 2021’. (DDTCNews)
Jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) badan dengan status rugi fiskal terus mengalami kenaikan. Pada 2012, jumlah SPT badan dengan status rugi fiskal mencapai 8% terhadap total SPT badan yang diterima DJP. Pada 2019, proporsi tersebut mengalami kenaikan hingga menjadi 11%. Dengan demikian, jumlah wajib pajak badan yang mengaku rugi bertambah.
“Kita lihat meski kita beri banyak kemudahan dan insentif, dalam praktiknya badan yang melaporkan rugi terus-menerus meningkat dari 8% menjadi 11%," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut Sri Mulyani, data tersebut mengindikasikan adanya praktik penghindaran pajak yang terus menerus dilakukan wajib pajak badan. Hal ini dikarenakan wajib pajak yang mengaku rugi terus-menerus masih tetap beroperasi, bahkan mengembangkan usahanya. (DDTCNews/Kontan)
Pemerintah mengajukan sanksi denda sebesar 15% kepada wajib pajak di Tanah Air yang bersedia untuk mengungkap hartanya. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, tarif 15% merupakan angka yang ideal dan dalam batas kemampuan wajib pajak.
Jika denda yang dikenakan lebih besar atau mengacu pada UU KUP maupun UU Pengampunan Pajak yakni sebesar 200%, akan memicu praktik penghindaran. “Hal tersebut dapat mendorong para wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)
Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Banggar DPR merekomendasikan agar pemerintah segera merealisasikan rencana ekstensifikasi barang kena cukai.
Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka Baco Kady mengatakan pemerintah dapat melakukan kebijakan itu untuk menambah pendapatan negara. Menurutnya, UU Cukai juga sudah memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai.
"Penerimaan cukai dapat diperluas, di antaranya dengan percepatan pengenaan cukai kantong plastik dan perluasan pengenaan cukai pada produk plastik, serta memulai proses regulasi untuk penerapan cukai terhadap soda dan pemanis makanan dan minuman," katanya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Ketentuan yang ada di dalam PMK 63/2021 mengenai tanda tangan elekronik dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan merupakan bentuk regulasi yang adaptif dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini. Dengan demikian, akan semakin memudahkan dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.