REVISI UU KUP

Simak, Ternyata Ini Tujuan Pemerintah Ingin Pungut Pajak Karbon

Hamida Amri Safarina | Selasa, 13 Juli 2021 | 20:15 WIB
Simak, Ternyata Ini Tujuan Pemerintah Ingin Pungut Pajak Karbon

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menilai fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini harus ditanggulangi, salah satunya melalui kebijakan fiskal. Salah satu upaya diusulkan pemerintah untuk mengatasi eksternalitas negatif atas emisi gas rumah kaca lewat pemungutan pajak karbon.

Dalam Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), pemerintah mengatakan perubahan iklim telah memicu risiko berbagai bencana alam di Indonesia. Sekitar 80% bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi.

“Ditambah lagi lebih dari 3,9 juta penduduk di 105 kabupaten dan kota di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami kekeringan pada tahun 2017,” tulis pemerintah dalam NA RUU KUP, dikutip pada Selasa (13/7/2021).

Baca Juga:
Perdana Menteri Kanada Serukan Pengenaan Pajak Karbon Global

Merespons persoalan tersebut, pemerintah mengusulkan adanya pajak karbon atas konsumsi bahan bakar fosil. Pajak karbon, lanjut pemerintah, bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, menambah pendapatan negara, mendukung pembangunan rendah karbon, dan meningkatkan efisiensi sistem pungutan atau pajak.

Penerapan pajak karbon diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi konsumsi penggunaan bahan bakar fosil. Sebagai langkah efisiensi, pajak atau pungutan dikenakan pada level produsen dengan tarif berdasarkan pada tingkat kualitas bahan bakar fosil.

Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 29% dari kondisi business as usual (BAU) pada 2030. Target penurunan emisi gas rumah kaca tersebut ditingkatkan menjadi 41% jika Indonesia mendapatkan dukungan pendanaan dari komunitas global.

Baca Juga:
Rencana Pengenaan PPh Minimum Perusahaan Rugi Dibatalkan dalam RUU HPP

“Setiap orang pribadi atau badan usaha yang membeli dan/atau mengimpor barang yang mengandung karbon atau menghasilkan emisi karbon dengan jumlah tertentu dikenai pajak karbon,” imbuh pemerintah.

Adapun objek yang dikenai pajak karbon yaitu emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup, misalnya emisi karbon hasil pertambangan batubara. Jumlah pajak karbon yang terutang dihitung dengan mengalikan satuan emisi karbon dihasilkan berupa karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan tarif atas pajak karbon.

Di bidang fiskal, pemerintah sebenarnya telah menerapkan beberapa kebijakan untuk mengendalikan emisi karbon. Adapun kebijakan yang dimaksud ialah pemberian insentif perpajakan berupa tax allowance dan tax holiday untuk pembangkit listrik energi baru terbarukan, pembebasan PPN impor mesin yang digunakan untuk menghasilkan energi terbarukan, dan lainnya.

Selain kebijakan fiskal, saat ini Pemerintah Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk turut serta membantu mengurangi dampak dari perubahan iklim melalui upaya menurunkan emisi CO2 dan telah meratifikasi Paris Agreement dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

15 Juli 2021 | 12:29 WIB

Pada akhirnya pemerintah aware akan isu lingkungan khususnya pengendalian emisi karbon di Indonesia. Kebijakan fiskal memang menjadi salah satu instrumen pendukung untuk mengurangi emisi di Indonesia yang salah satunya melalui pajak karbon. Semoga implementasinya mudah dan tepat.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 November 2024 | 16:00 WIB PAJAK KARBON

OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

Sabtu, 23 November 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Thailand Minta Pengusaha Siap-Siap, Pajak Karbon segera Berlaku

Kamis, 21 November 2024 | 11:47 WIB KTT G-20 BRASIL

Prabowo Tagih Kredit Karbon Negara Maju, Tawarkan Carbon Storage

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?