PAJAK KARBON

OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

Dian Kurniati | Kamis, 28 November 2024 | 16:00 WIB
OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong Indonesia segera menerapkan pajak karbon.

Melalui OECD Economic Survey of Indonesia 2024, OECD menulis bahwa Indonesia perlu terus mendorong dekarbonisasi untuk menurunkan risiko pemanasan global. OECD pun menawarkan sejumlah strategi mendorong dekarbonisasi, termasuk pengenaan pajak karbon.

"Penerapan pajak karbon yang tepat harus dipercepat," bunyi dokumen tersebut, dikutip pada Kamis (28/11/2024).

Baca Juga:
PPN 12% Hasilkan Tambahan Rp75 Triliun, DJP: Untuk Dukung Pembangunan

Indonesia menjadi negara yang rentan terhadap dampak pemanasan global. Oleh karena itu, Indonesia memiliki target untuk mencapai target net-zero emissions pada 2060.

Terdapat beberapa upaya yang dapat dilaksanakan untuk mendorong dekarbonisasi seperti mempercepat penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, memperluas pembangkitan energi terbarukan, menerapkan pajak karbon, memodernisasi jaringan listrik, serta berinvestasi pada transportasi umum.

Menurut OECD, transisi menuju pasar energi yang berbasis harga perlu dipercepat, termasuk implementasi pajak karbon. Saat ini, Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan karbon walaupun masih sangat terbatas.

Baca Juga:
Begini Aturan Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan Pajak Karbon

"Lengkapi pajak karbon dengan intervensi kebijakan lainnya, termasuk feed-in tariff untuk energi terbarukan dan mekanisme pembiayaan untuk efisiensi energi," tulis OECD.

UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah mengatur pengenaan pajak karbon, yang semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tetapi belum terlaksana. Pajak karbon direncanakan dikenakan pertama kali pada PLTU batu bara.

Pajak karbon rencananya akan melengkapi skema perdagangan karbon yang telah diluncurkan pemerintah. Apabila pajak karbon sudah berlaku, pelaku usaha yang emisinya melampaui cap akan memiliki pilihan antara membeli kredit karbon di bursa atau membayar pajak karbon. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 22 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12% Hasilkan Tambahan Rp75 Triliun, DJP: Untuk Dukung Pembangunan

Senin, 16 Desember 2024 | 19:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP