PMK 13/2022

PMK Baru! Pemerintah Beri Bea Masuk Nol Persen untuk Kendaraan Listrik

Redaksi DDTCNews | Senin, 28 Februari 2022 | 12:30 WIB
PMK Baru! Pemerintah Beri Bea Masuk Nol Persen untuk Kendaraan Listrik

Tampilan depan dokumen PMK 13/2022.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memutuskan memberikan tarif khusus bea masuk sebesar 0% untuk kendaraan bermotor yang diimpor dalam kondisi tidak utuh dan tidak lengkap atau Incompletely Knocked Down (IKD). Ketentuan ini diatur dalam PMK 13/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor yang ditetapkan dan berlaku mulai 22 Februari 2022.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan kebijakan ini diambil untuk mendorong industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Febrio menyebutkan, IKD menjadi sasaran pemberian bea masuk 0% karena jenis ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk perekonomian domestik.

Menurutnya, komponen KBLBB IKD yang belum lengkap dipenuhi dengan menggunakan komponen yang dihasilkan produsen dalam negeri. Adapun Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari KBLBB IKD disesuaikan dengan Permenperin 27/2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan TKDN KBLBB (Battery Electric Vehicle).

Baca Juga:
Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

“Insentif ini akan membuat industri KBLBB semakin berkembang karena akan meringankan biaya produksi dan mendorong industri untuk menghasilkan KBLBB dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri sehingga harga kendaraannya semakin terjangkau bagi masyarakat," ujar Febrio dalam keterangan pers, dikutip pada Senin (28/2/2022).

Berkembangnya industri KBLBB, imbuh Febrio, akan meningkatkan investasi, penghematan konsumsi energi khususnya bahan bakar minyak (BBM), kualitas lingkungan, dan mendorong penguasaan teknologi. Hal ini diyakininya mampu menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan export hub kendaraan bermotor listrik.

Seperti diketahui, pengembangan industri KBLBB berkaitan erat dengan pencapaian target pemerintah dalam Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi dan transportasi yang setara dengan 38% (314 juta ton CO2e) dari total target nasional dengan kemampuan sendiri di tahun 2030.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Hingga saat ini pemerintah telah mengeluarkan sejumlah insentif untuk mendorong penggunaan KBLBB. Untuk konsumen langsung, pemberian insentif diantaranya berupa PPnBM 0%, pajak daerah maksimum 10%, uang muka minimum 0%, serta tingkat bunga yang rendah.

Selanjutnya, untuk industri manufaktur diberikan tax holiday, tax allowance, dan supertax deduction untuk riset dan pengembangan. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Dr. Bambang Prasetia 03 Maret 2022 | 00:00 WIB

Perlu diwaspadai banyak Loss dipenerimaan Bea Masuk. dan PPnBM .. sebaiknya meski kecil harus dipungut..krn automotive DN sdh diberikan fasilitas u Cc tt s/d 50 %. yg pd kenyataan scr riel komponen/unsur biaya mesin dll masih lebih besar d/p lokal inten. . seharusnya dibebaskan u alat2 kesahatan ttt dan juga alat produksi kepentingan ekspor dan u kebutuhan dasar kebanyakan orang... mungkin diprediksi ..Indonesia akan menjadi market besar negara2 produsen Automotive dunia. Mestinya CKD tidak terlalu diberikan fasilitas perpajakan/Bea masuk. Kita melihat ada kenaikan penerimaan yang menggembirakan ..terpotret dr pergerakan ekspor barang tt saja (khususnya dari Nikel, batu bara, minya CPO dan SDA lainnya). Untuk Industri barang jadi masih belum menunjukan signifikan mendokrak penerimaan. Ini menjadi penting dlm kebijakan dikemudian hari agar kecongkrangan penerimaan (defisit anggaran) bisa diatasi . Jelas spending riel blum mencapai 75 % scr efektif krn ada kewajiban bayar utang

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN