Ilustrasi. Petugas PT KAI memeriksa fasilitas hand sanitizer yang disediakan bagi para penumpang di dalam gerbong kereta api di Stasiun Besar Kereta Api Medan, Sumatera Utara, Rabu (17/6/2020). ANTARA FOTO/Septianda Perdana/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Baru berlaku satu setengah bulan, Kemenkeu merevisi PMK 34/2020 terkait dengan fasilitas perpajakan atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19.
Beleid itu direvisi dengan PMK 83/2020. Pada bagian pertimbangan dinyatakan kebutuhan barang-barang untuk penanganan pandemi seperti hand sanitizer, produk mengandung disinfektan, serta masker dan pakai pelindung jenis tertentu sudah bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri.
“Untuk mendorong pertumbuhan industri nasional pada sektor industri hand sanitizer, produk mengandung disinfektan, serta masker dan pakai pelindung jenis tertentu ... perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan [PMK No. 34/2020],” demikian bunyi bagian pertimbangan beleid yang yang baru saja diundangkan dan berlaku mulai kemarin, Selasa (7/7/2020).
Seperti diketahui, PMK No. 34/2020 memberikan fasilitas pembebasan bea masuk, cukai, PPN/PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor atas importasi barang yang tercakup dalam lampiran.
Pada lampiran terbaru, hand sanitizer, zat disinfektan, dan produk mengandung zat disinfektan (siap pakai) tidak lagi tercantum sehingga atas importasinya tidak bisa mendapatkan fasilitas.
Fasilitas atas impor masker yang awalnya diberikan atas tiga pos tarif sekarang berkurang menjadi dua pos tarif. Fasilitas impor pakaian pelindung yang awalnya diberikan atas 11 pos tarif sekarang hanya diberikan atas dua pos tarif. Pemerintah juga tidak lagi memberikan fasilitas impor atas alat pelindung kaki, face shield, kacamata pelindung, dan pelindung kepala.
Karena ada perubahan jenis barang yang atas importasinya mendapatkan fasilitas, Kemenkeu juga turut merevisi ketentuan pada Pasal 8 yang mengatur mengenai jangka waktu berlakunya insentif.
Berdasarkan Pasal 8, fasilitas diberikan atas barang yang waktu importasinya atau waktu pengeluaran barang dilakukan sejak berlakunya PMK 83/2020 sampai dengan adanya penetapan berakhirnya status bencana Covid-19 sebagai bencana nasional.
Pengeluaran barang itu berasal dari pusat logistik berikat, kawasan bebas, kawasan berikat, gudang berikat, kawasan ekonomi khusus, dan perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Permohonan fasilitas yang pemberitahuan pabean impornya telah mendapatkan nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan kedatangan atau BC 1.1 sebelum berlakunya PMK No. 83/2020, proses tetap dilakukan sesuai PMK 34/2020.
Proses sesuai PMK 34/2020 juga berlaku untuk permohonan fasilitas yang pemberitahuan pabean pengeluaran barangnya telah mendapatkan pendaftaran dari Kantor Bea dan Cukai sebelum berlakunya PMK 83/2020. Adapun PMK 83/2020 mulai berlaku sejak 7 Juli 2020. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terimakasih Infonya DDTC
Saya setuju dengan langkah djp merevisi kebijakan dalam mencapai target kebijakan yang lebih strategis terkait insentif atas dampak wabah covid19. Itu menunjukan bahwa DJP memiliki sistem evaluasi yang baik dalam memikirkan kebijakan yang aktual. Namun aturan mengenai pemberlakuan atas status bencana tersebut seharusnya di notice lebih lanjut dengan kebijakan baru (peraturan) sehingga tidak terdapat kebijakan yang kontradiktif dengan peraturan yang berlaku guna menghindari kebingungan wp