KEBERLANJUTAN FISKAL

BKF: Konsolidasi Fiskal Harus Dilakukan pada 2023

Muhamad Wildan | Sabtu, 03 April 2021 | 06:01 WIB
BKF: Konsolidasi Fiskal Harus Dilakukan pada 2023

Suasana ibu kota DKI Jakarta, beberapa waktu lalu. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai turunnya rasio pendapatan terhadap produk domestik bruto (PDB) sekaligus lebih tingginya pertumbuhan belanja dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan berpotensi mengganggu sustainabilitas fiskal. (Foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai turunnya rasio pendapatan terhadap produk domestik bruto (PDB) sekaligus lebih tingginya pertumbuhan belanja dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan berpotensi mengganggu sustainabilitas fiskal.

Berdasarkan catatan BKF, rasio pendapatan terhadap PDB dalam 10 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, yakni dari 15,5% pada 2010 menjadi 9,9% pada 2021.

Di sisi lain, belanja negara dalam 10 tahun terakhir cenderung tumbuh hingga 9,42%, sedangkan pertumbuhan pendapatan negara secara rata-rata hanya mencapai 8,1%.

Baca Juga:
Masa Berlaku Tax Holiday PMK 130/2020 Diperpanjang hingga Akhir 2025

"Hal ini berimplikasi meningkatkan risiko sejalan dengan meningkatnya pembiayaan melalui utang, yang terefleksi dari pelebaran negative primary balance, defisit, dan rasio utang," tulis BKF pada Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal - Edisi I 2021, dikutip Kamis (1/4/2021).

Berdasarkan diagnosis BKF atas kondisi makro fiskal selama 10 tahun terakhir, tekanan terhadap rasio pendapatan terhadap PDB memperlemah kemampuan negara dapat berbelanja, hal ini tercermin dari rasio belanja terhadap PDB yang cenderung mengalami penurunan.

Demi meningkatkan belanja, defisit anggaran tercatat melebar ke atas 2% dari PDB sejak 2013. Rasio utang juga tercatat meningkat sejak 2015 demi mendukung pendanaan infrastruktur.

Baca Juga:
Indonesia Bakal Adopsi Pajak Minimum Global Tahun Depan, PMK Disiapkan

Pada 2020 dan 2021, defisit harus diperlebar kembali menjadi di atas 3% dari PDB di tengah pendapatan yang turun. Akibatnya, utang mengalami peningkatan signifikan dan rasio utang pun meningkat menjadi 38,7% dari PDB pada 2020.

"Melihat hal tersebut, reformasi dan konsolidasi fiskal harus dilakukan untuk memitigasi risiko fiskal ke depan," tulis BKF.

Secara makrofiskal, konsolidasi fiskal merupakan momentum meningkatkan penerimaan pajak dan belanja yang lebih baik. Bila tidak ada reformasi, defisit akan kian melebar dan berdampak pada risiko utang. Risiko utang ini tercermin pada rasio utang, rasio bunga utang, dan debt service ratio.

Baca Juga:
Kemenkeu Pastikan Perpanjangan Masa Berlaku Tax Holiday PMK 130/2020

Demi konsistensi kebijakan, konsolidasi fiskal dengan menurunkan defisit anggaran kembali ke bawah 3% dari PDB harus dilakukan pada 2023 sesuai dengan amanat UU 2/2020. Apabila ditunda, hal ini berpotensi melanggar konstitusi serta menurunkan wibawa dan kredibilitas pemerintah.

Secara umum, konsolidasi fiskal dilakukan melalui berbagai sisi, yakni dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan anggaran. Dari sisi pendapatan, penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan dioptimalkan melalui reformasi perpajakan.

Reformasi tersebut mencakup perluasan basis hingga peningkatan kepatuhan. Reformasi PNBP akan diarahkan untuk mengoptimalkan pengelolaan aset negara.

Baca Juga:
PMI Manufaktur Masih Kontraksi, Pemerintah Bakal Evaluasi Kebijakan

Dari sisi belanja, masih dari laporan BKF, sistem penganggaran akan difokuskan pada program prioritas, efisiensi belanja kebutuhan dasar, dan sinergi antarkementerian.

Dari sisi pembiayaan, skema pembiayaan inovatif seperti KPBU (kerja sama pemerintah dengan badan usaha), pendalaman pasar, dan penjagaan komposisi utang akan terus diupayakan. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

04 April 2021 | 23:36 WIB

Salah satu cara lain untuk meningkatkan tax ratio adalah membenahi kembali regulasi secara dasar hukumnya sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam mengenakan pajak atau pungutan lainnya dan tidak menghalangi untuk membuka potensi pajak baru

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 08 Oktober 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Masa Berlaku Tax Holiday PMK 130/2020 Diperpanjang hingga Akhir 2025

Jumat, 04 Oktober 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Bakal Adopsi Pajak Minimum Global Tahun Depan, PMK Disiapkan

Jumat, 04 Oktober 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kemenkeu Pastikan Perpanjangan Masa Berlaku Tax Holiday PMK 130/2020

Kamis, 03 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

PMI Manufaktur Masih Kontraksi, Pemerintah Bakal Evaluasi Kebijakan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN