LAPORAN WORLD BANK

World Bank: Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Merugikan Ekonomi

Muhamad Wildan | Minggu, 02 Agustus 2020 | 06:01 WIB
World Bank: Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Merugikan Ekonomi

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kedua kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) dan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (kanan) menghadiri acara penyaluran dana bergulir untuk koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7/2020). World Bank menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool/nz)

JAKARTA, DDTCNews - World Bank menilai terdapat beberapa klausul dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi merugikan ekonomi Indonesia, berbanding terbalik dengan tujuan rancangan beleid tersebut yang hendak meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi.

Hal ini disampaikan oleh World Bank dalam laporan perekonomian Indonesia yang dirilis Juli ini dengan judul Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recovery. Tiga poin yang disorot oleh World Bank adalah klausul mengenai ketenagakerjaan, perizinan, dan lingkungan.

"Revisi terhadap UU Ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi mengurangi perlindungan yang diberikan terhadap pekerja," tulis World Bank dalam laporannya, dikutip Rabu (29/7/2020).

Baca Juga:
Ubah Proyeksinya, World Bank Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5 Persen

Menurut World Bank, skema upah minimum terbaru serta pembayaran pesangon yang lebih longgar dibandingkan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja serta meningkatkan ketimpangan penerimaan.

Pada Pasal 88D, penentuan upah minimum yang akan ditetapkan hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi provinsi. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang saat ini berlaku dimana upah minimum ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi nasional.

Lebih lanjut, Pasal 88E juga mengatur industri padat karya bakal memiliki ketentuan upah minimum tersendiri menggunakan formula tertentu yang tidak diperinci pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Baca Juga:
Riset World Bank: WP Berkarakteristik Ini Cenderung Tak Patuh Pajak

Terakhir, ketentuan upah minimum jtidak diberlakukan atas usaha mikro dan kecil. Pada Pasal 90B tertulis upah usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Yang jelas, kesepakatan upah harus berada di atas garis kemiskinan Badan Pusat Statistik.

Dalam aspek perizinan, World Bank menyorot klausul RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang menghapuskan syarat dalam pemberian izin-izin dari kegiatan berisiko tinggi. Kegiatan seperti usaha farmasi, rumah sakit, pendirian bangunan tidak lagi dikategorikan sebagai kegiatan berisiko tinggi.

Dalam aspek lingkungan, direlaksasinya syarat-syarat perlindungan lingkungan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi mengganggu kehidupan masyarakat dan akan berdampak negatif terhadap investasi.

Baca Juga:
Naikkan Penerimaan Pajak di Negara Berkembang, IMF Susun Strategi

Secara umum, World Bank menilai kegiatan usaha yang selama ini terhambat oleh perizinan dan syarat-syarat terkait lingkungan sesungguhnya tidak dihambat oleh regulasi, melainkan oleh korupsi dan rumitnya proses administrasi perizinan dan pemenuhan syarat-syarat terkait lingkungan.

Sisi positifnya, World Bank menilai RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki potensi meningkatkan keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global atau global value chain.

Perizinan ekspor impor yang menggunakan pendekatan berbasis risiko bakal mengurangi biaya dan ketidakpastian dalam menyelenggarakan perdagangan internasional.

"Kewenangan perizinan ekspor impor yang digeser dari kementerian teknis kepada pemerintah pusat secara langsung berpotensi mengurangi praktik korupsi yang tersebar di berbagai kementerian," tulis World Bank. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

04 Agustus 2020 | 09:25 WIB

Assalamualaikum. maaf saya tidak berkompetensi dalam bidang Ekonomi, tapi setelah saya baca seluruhnya, saya dapat memahami. walau ada sisi Positifnya, tapi tetap saja Kebijakan ini tidak Pro Rakyat Kecil, hanya menguntungkan Pwngusaha. solusinya adalah, Ambil jalan tengah dari kedua sisi(Positif dan Negatif) dengan Memperbaikinya, dengan memepertimbangkan rasa Keadilan di Masyarakt. terima kasih.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 12 Oktober 2024 | 09:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ubah Proyeksinya, World Bank Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5 Persen

Jumat, 23 Agustus 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Riset World Bank: WP Berkarakteristik Ini Cenderung Tak Patuh Pajak

Sabtu, 03 Agustus 2024 | 15:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Naikkan Penerimaan Pajak di Negara Berkembang, IMF Susun Strategi

Jumat, 02 Agustus 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Sri Mulyani Ungkap 8 Tujuan Coretax yang Perlu Diketahui WP

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN