KEBIJAKAN PAJAK

World Bank Minta Sri Mulyani Kurangi Fasilitas Pembebasan PPN

Muhamad Wildan | Kamis, 15 Desember 2022 | 10:39 WIB
World Bank Minta Sri Mulyani Kurangi Fasilitas Pembebasan PPN

Gedung World Bank. (foto: worldbank.org)

JAKARTA, DDTCNews - World Bank berpandangan Indonesia masih perlu mengurangi kebijakan pembebasan PPN guna meningkatkan penerimaan pajak.

Merujuk pada laporan World Bank bertajuk Indonesia Economic Prospects - December 2022, penerimaan pajak dari pengurangan pembebasan PPN dapat digunakan untuk mendanai bantuan langsung tunai.

"UU 7/2021 tentang HPP memberikan fleksibilitas kepada Kementerian Keuangan untuk mengurangi pembebasan pajak yang tak perlu. Penerimaan dari pengurangan fasilitas pembebasan dapat digunakan untuk memberikan bantuan langsung tunai secara targeted kepada rumah tangga tidak mampu," tulis World Bank dalam laporannya, Kamis (15/12/2022).

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Secara umum, World Bank berpandangan Indonesia perlu menghapuskan beragam pengecualian pajak dan ketentuan khusus yang selama ini berlaku, mulai dari pengecualian PPN hingga perlakuan perpajakan khusus pada sektor tertentu seperti PPh final pada sektor konstruksi.

"Beragam jenis belanja pajak perlu diawasi secara lebih teliti," tulis World Bank.

Untuk diketahui, UU PPN s.t.d.t.d. UU HPP memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintah untuk mengurangi fasilitas PPN. Sebagaimana diatur pada Pasal 16B, pemerintah hanya memerlukan peraturan pemerintah (PP) untuk menetapkan penyerahan-penyerahan yang tidak dipungut PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Diperinci pada Pasal 30 ayat (1) PP 49/2022, pemerintah telah mengatur bahwa seluruh fasilitas pembebasan PPN dan PPN tidak dipungut pada PP 49/2022 memiliki sifat sementara waktu atau selamanya.

Menteri keuangan memiliki kewenangan untuk mengevaluasi fasilitas pembebasan PPN dan PPN tidak dipungut pada PP 49/2022 dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Setelah dievaluasi, impor atau penyerahan BKP/JKP serta pemanfaatan JKP dari luar dari daerah pabean dapat dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Jumat, 20 Desember 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra