JAKARTA, DDTCNews – Proses pembuatan Peraturan Daerah (Perda) masih menuai kontroversi hingga saat ini. Pasalnya, terdapat birokrasi berbelit yang harus ditempuh oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk mengesahkan Perda.
Dosen Hukum Pajak Pascasarjana Universitas Indonesia Tjip Ismail berpendapat proses pembuatan peraturan daerah di Indonesia terlampau berlebihan karena harus melalui beberapa tingkatan untuk bisa menghasilkan peraturan daerah.
“Sekarang setiap pemda yang mau pungut pajak lewat perda, lapor dulu ke provinsi, lalu ke pusat untuk dapat persetujuan bahwa rancangan peraturan daerah (Raperda) boleh dijalankan. Ini agak berlebihan dan malah membuat biaya jadi tinggi,” kata Tjip dalam wawancara dengan redaksi DDTCNews.
Setiap pembuatan Perda harus dilaporkan terlebih dahulu ke DPRD, lalu ke tingkat provinsi melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), kemudian dievaluasi Kementerian Dalam Negeri, dan terakhir meminta persetujuan dari Menteri Keuangan.
"Proses ini dinilai cukup panjang, padahal hanya mengajukan rancangan saja," katanya.
Menyadari hal tersebut, Tjip menyarankan sebaiknya dilakukan perubahan sistem di mana Pemda tetap memegang prinsip untuk tidak boleh memungut pajak jenis baru, sebagaimana dijelaskan dalam UU Pajak Daerah.
Jika kriteria tersebut terpenuhi, seharusnya Perda boleh langsung dijalankan tanpa menunggu persetujuan pusat. Apabila tidak sesuai dengan undang-undang, Perda dapat langsung dibatalkan oleh pemerintah pusat karena hierarki Perda memang berada di bawah UU Pajak Daerah.
Menurut Tjip, sebisa mungkin pembuatan Perda tidak perlu lagi dicampuri oleh pemerintah pusat, karena kewajibannya sudah berada Pemda. Hal ini dilakukan agar Pemda dapat semakin mandiri.
(Baca: Tjip Ismail: Bukan Zamannya Bergantung Pada Pusat)
“Kalau harus melalui tahap sepanjang itu kerjaannya luar biasa. Itu kan buang-buang waktu (wasting time) saja,” pungkas Tjip.
Sebagai informasi, mengingat pentingnya persoalan pemungutan pajak di daerah ini, Tjip akan menjelaskannya lebih lanjut dalam pelatihan kebijakan pajak bertajuk 'Fiscal Decentralization and Local Tax Management Course' pada 3-6 Oktober 2016 mendatang. (Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.