Ilustrasi tax ratio
JAKARTA, DDTCNews - Rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio diprediksi belum bisa tembus 10% hingga 2025. Pemerintah memperkirakan tax ratio dalam jangka menengah 2023-2025 akan berkisar 8,4%-9,1%.
Dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2022 menyebut penerimaan perpajakan dalam jangka menengah akan dioptimalkan dengan tetap menjaga daya saing dan investasi. Hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk tetap melanjutkan kebijakan reformasi perpajakan, baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan.
"Penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai kisaran terendah 8,4% sampai dengan tertinggi sekitar 9,1% terhadap PDB dalam jangka waktu 2023-2025," bunyi dokumen tersebut, dikutip Jumat (20/8/2021).
Dokumen tersebut juga menyebutkan kebijakan yang akan dilakukan pemerintah pada periode 2023–2025 lebih banyak berhubungan dengan upaya mendukung investasi, daya saing, serta kegiatan ekonomi strategis. Dalam periode tersebut, pemerintah berencana menjalankan 3 kebijakan terkait penerimaan perpajakan secara umum.
Pertama, kebijakan perpajakan untuk mendorong investasi dan daya saing. Kedua, peningkatan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak. Ketiga, pengendalian konsumsi masyarakat atas barang-barang yang mempunyai eksternalitas negatif.
Kebijakan perpajakan ke depan juga akan selaras dengan kerja sama pemajakan internasional lintas yurisdiksi di era teknologi informasi dan digitalisasi. Di sisi lain, dampak dari reformasi struktural diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap perluasan basis perpajakan di dalam negeri.
Pemerintah memperkirakan aktivitas masyarakat akan mengalami peningkatan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi seiring dengan tren pemulihan ekonomi. Perbaikan kinerja ekonomi juga diyakini akan mendorong penerimaan perpajakan terutama dari sisi pajak penghasilan (PPh) nonmigas, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan pajak lainnya.
Sementara itu, dokumen tersebut juga menjelaskan permintaan global yang berangsur pulih akan mendorong peningkatan harga komoditas terutama di sektor migas. Hal itu diyakini akan berdampak pada potensi peningkatan penerimaan PPh migas.
Pemerintah juga merancang kebijakan di sektor kepabeanan dan cukai jangka menengah. Fokus pemerintah adalah mendukung kemudahan logistik dan perlindungan masyarakat, sejalan dengan pemulihan ekonomi dan mendorong penerimaan negara.
Penambahan barang kena cukai rencananya tidak akan terbatas pada produk plastik, tetapi juga merambah pada produk lain yang memberi dampak buruk bagi masyarakat sehingga berpotensi meningkatkan penerimaan cukai jangka menengah.
Selain itu, pemerintah optimistis aktivitas perdagangan internasional yang berangsur meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi akan mendorong penerimaan baik di sektor bea masuk dan bea keluar dalam jangka menengah.
"Kebijakan pada sektor perdagangan internasional akan disinergikan dengan penataan National Logistic Ecosystem yang akan dilaksanakan secara estafet mulai tahun 2020 sampai dengan 2025," bunyi dokumen tersebut. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.