KINERJA FISKAL

Tax Ratio Diproyeksi Belum Bisa Tembus 10% Hingga 2025

Dian Kurniati | Jumat, 20 Agustus 2021 | 15:25 WIB
Tax Ratio Diproyeksi Belum Bisa Tembus 10% Hingga 2025

Ilustrasi tax ratio

JAKARTA, DDTCNews - Rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio diprediksi belum bisa tembus 10% hingga 2025. Pemerintah memperkirakan tax ratio dalam jangka menengah 2023-2025 akan berkisar 8,4%-9,1%.

Dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2022 menyebut penerimaan perpajakan dalam jangka menengah akan dioptimalkan dengan tetap menjaga daya saing dan investasi. Hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk tetap melanjutkan kebijakan reformasi perpajakan, baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan.

"Penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai kisaran terendah 8,4% sampai dengan tertinggi sekitar 9,1% terhadap PDB dalam jangka waktu 2023-2025," bunyi dokumen tersebut, dikutip Jumat (20/8/2021).

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Dokumen tersebut juga menyebutkan kebijakan yang akan dilakukan pemerintah pada periode 2023–2025 lebih banyak berhubungan dengan upaya mendukung investasi, daya saing, serta kegiatan ekonomi strategis. Dalam periode tersebut, pemerintah berencana menjalankan 3 kebijakan terkait penerimaan perpajakan secara umum.

Pertama, kebijakan perpajakan untuk mendorong investasi dan daya saing. Kedua, peningkatan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak. Ketiga, pengendalian konsumsi masyarakat atas barang-barang yang mempunyai eksternalitas negatif.

Kebijakan perpajakan ke depan juga akan selaras dengan kerja sama pemajakan internasional lintas yurisdiksi di era teknologi informasi dan digitalisasi. Di sisi lain, dampak dari reformasi struktural diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap perluasan basis perpajakan di dalam negeri.

Baca Juga:
APBN 2025 Diundangkan, Penerimaan Perpajakan Dipatok Rp2.491 Triliun

Pemerintah memperkirakan aktivitas masyarakat akan mengalami peningkatan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi seiring dengan tren pemulihan ekonomi. Perbaikan kinerja ekonomi juga diyakini akan mendorong penerimaan perpajakan terutama dari sisi pajak penghasilan (PPh) nonmigas, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan pajak lainnya.

Sementara itu, dokumen tersebut juga menjelaskan permintaan global yang berangsur pulih akan mendorong peningkatan harga komoditas terutama di sektor migas. Hal itu diyakini akan berdampak pada potensi peningkatan penerimaan PPh migas.

Pemerintah juga merancang kebijakan di sektor kepabeanan dan cukai jangka menengah. Fokus pemerintah adalah mendukung kemudahan logistik dan perlindungan masyarakat, sejalan dengan pemulihan ekonomi dan mendorong penerimaan negara.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Penambahan barang kena cukai rencananya tidak akan terbatas pada produk plastik, tetapi juga merambah pada produk lain yang memberi dampak buruk bagi masyarakat sehingga berpotensi meningkatkan penerimaan cukai jangka menengah.

Selain itu, pemerintah optimistis aktivitas perdagangan internasional yang berangsur meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi akan mendorong penerimaan baik di sektor bea masuk dan bea keluar dalam jangka menengah.

"Kebijakan pada sektor perdagangan internasional akan disinergikan dengan penataan National Logistic Ecosystem yang akan dilaksanakan secara estafet mulai tahun 2020 sampai dengan 2025," bunyi dokumen tersebut. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja