Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2020 bakal lebih dari 10%. Apalagi, target pertumbuhan penerimaan cukai disepakati naik dari usulan dalam RAPBN 2020. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (3/9/2019).
Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati target penerimaan cukai pada 2020 sebesar Rp180,53 triliun atau tumbuh 9% dari outlook tahun ini. Kesepakatan itu juga mengalami kenaikan dibandingkan usulan awal pemerintah 8,2%.
Naiknya target penerimaan CHT tersebut berdampak pada besaran kenaikan tarif cukai yang akan diterapkan pada tahun depan. Meskipun demikian, otoritas juga mengaku akan menggencarkan upaya lain seperti pengawasan rokok ilegal.
“Yang kami pastikan dengan angka pertumbuhan penerimaan [cukai] 9%, kenaikan tarif [cukai hasil tembakau] pasti double digit,” jelas Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Selain itu, beberapa media juga menyoroti masalah era baru Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 2.0. Era baru ini terjadi dengan adanya tindak lanjut rencana aksi 1 BEPS OECD/G20. Bagaimanapun, rencana aksi 1 yang terkait dengan pemajakan ekonomi digital berpotensi mengubah tatanan sistem pajak internasional secara fundamental.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengaku akan benar-benar memperhatikan seluruh sektor sebelum mengambil keputusan terkait besaran kenaikan tarif CHT yang berlaku pada tahun depan. Beberapa aspek mulai dari pertanian sampai masalah pengendalian konsumsi tembakau akan dilihat.
“Jangan sampai ada excessive dan nanti kemudian ada dampak turunan lainnya yang tidak diperlukan. Enforcement jelas akan kami lakukan. Kami juga akan mengecek mereka-mereka yang masih masuk melalui e-commerce,” katanya.
Senior Manager DDTC Yusuf Wangko Ngantung mengatakan BEPS 2.0 jelas menguntungkan negara berkembang seperti Indonesia. Apabila terwujud, negara pengimpor modal maupun padat penduduk/konsumen akan mendapatkan hak pemajakan yang lebih besar.
Di sisi lain, BEPS 2.0 diharapkan menghasilkan sistem pajak yang sederhana dan mekanis untuk menjamin kemudahan implementasi serta kepastian hukum. BEPS 2.0 merupakan momentum yang penting bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk menyuarakan solusi yang menitikberatkan implementasi ini.
Selain itu, menurut Yusuf, penerapan peraturan aksi unilateral – seperti yang dilakukan beberapa negara lain – sebagai peraturan sementara juga layak dipertimbangkan karena prospek konsensus global dalam waktu dekat ini masih sulit dicapai.
Bank Dunia meminta pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi ketidakpastian global. Hal ini disampaikan oleh Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chavez saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo yang didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Kepala BKPM Thomas Lembong.
“Kami bilang bahwa kondisi ekonomi saat ini sedang melemah. Risiko resesi ekonomi global meningkat, ada juga beberapa poin yang perlu diwaspadai pada situasi geopolitik. Indonesia perlu terus memonitor dan menyiapkan langkah,” kata Rodrigo.
Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) menggandeng Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempermudah proses izin terbatas bagi pelaku usaha asing. Kemudahan dilakukan dengan mengintegrasikan online single submission (OSS) dengan Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian (SIMKIM). (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.