BERITA PAJAK HARI INI

Target Penerimaan Dikerek, Tarif Cukai Rokok Naik Double Digit

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 September 2019 | 08:33 WIB
Target Penerimaan Dikerek, Tarif Cukai Rokok Naik Double Digit

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2020 bakal lebih dari 10%. Apalagi, target pertumbuhan penerimaan cukai disepakati naik dari usulan dalam RAPBN 2020. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (3/9/2019).

Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati target penerimaan cukai pada 2020 sebesar Rp180,53 triliun atau tumbuh 9% dari outlook tahun ini. Kesepakatan itu juga mengalami kenaikan dibandingkan usulan awal pemerintah 8,2%.

Naiknya target penerimaan CHT tersebut berdampak pada besaran kenaikan tarif cukai yang akan diterapkan pada tahun depan. Meskipun demikian, otoritas juga mengaku akan menggencarkan upaya lain seperti pengawasan rokok ilegal.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

“Yang kami pastikan dengan angka pertumbuhan penerimaan [cukai] 9%, kenaikan tarif [cukai hasil tembakau] pasti double digit,” jelas Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.

Selain itu, beberapa media juga menyoroti masalah era baru Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 2.0. Era baru ini terjadi dengan adanya tindak lanjut rencana aksi 1 BEPS OECD/G20. Bagaimanapun, rencana aksi 1 yang terkait dengan pemajakan ekonomi digital berpotensi mengubah tatanan sistem pajak internasional secara fundamental.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah
  • Penegakan Hukum

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengaku akan benar-benar memperhatikan seluruh sektor sebelum mengambil keputusan terkait besaran kenaikan tarif CHT yang berlaku pada tahun depan. Beberapa aspek mulai dari pertanian sampai masalah pengendalian konsumsi tembakau akan dilihat.

“Jangan sampai ada excessive dan nanti kemudian ada dampak turunan lainnya yang tidak diperlukan. Enforcement jelas akan kami lakukan. Kami juga akan mengecek mereka-mereka yang masih masuk melalui e-commerce,” katanya.

  • Kemudahan Implementasi

Senior Manager DDTC Yusuf Wangko Ngantung mengatakan BEPS 2.0 jelas menguntungkan negara berkembang seperti Indonesia. Apabila terwujud, negara pengimpor modal maupun padat penduduk/konsumen akan mendapatkan hak pemajakan yang lebih besar.

Baca Juga:
Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Di sisi lain, BEPS 2.0 diharapkan menghasilkan sistem pajak yang sederhana dan mekanis untuk menjamin kemudahan implementasi serta kepastian hukum. BEPS 2.0 merupakan momentum yang penting bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk menyuarakan solusi yang menitikberatkan implementasi ini.

Selain itu, menurut Yusuf, penerapan peraturan aksi unilateral – seperti yang dilakukan beberapa negara lain – sebagai peraturan sementara juga layak dipertimbangkan karena prospek konsensus global dalam waktu dekat ini masih sulit dicapai.

  • Antisipasi Ketidakpastian Global

Bank Dunia meminta pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi ketidakpastian global. Hal ini disampaikan oleh Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chavez saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo yang didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Kepala BKPM Thomas Lembong.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

“Kami bilang bahwa kondisi ekonomi saat ini sedang melemah. Risiko resesi ekonomi global meningkat, ada juga beberapa poin yang perlu diwaspadai pada situasi geopolitik. Indonesia perlu terus memonitor dan menyiapkan langkah,” kata Rodrigo.

  • Integrasi Sistem

Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) menggandeng Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempermudah proses izin terbatas bagi pelaku usaha asing. Kemudahan dilakukan dengan mengintegrasikan online single submission (OSS) dengan Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian (SIMKIM). (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN