JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan komitmen untuk melakukan evaluasi atas skema pembiayaan usaha mikro (UMi). Salah satunya mengakomodasi saran Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU).
Hal tersebut disampaikan usai jumpa pers rilis KPBU Bandara Komodo hari ini. Menurutnya, setiap perubahan dari skema pembiayaan termasuk UMi sangat terbuka untuk dilakukan oleh otoritas fiskal.
"Saya dengar PBNU minta diubah, kita akan coba akomodir, tapi tetap pada rambu-rambu tata kelola yang baik," katanya di Kantor Kemenkeu, Kamis (26/12/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan tantangan dalam penyaluran kredit usaha skala mikro memiliki karakteristik yang unik. Pertama, jumlah nilai kredit yang disalurkan kepada setiap debitur tergolong kecil tapi jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu, dibutuhkan kualitas pendamping kegiatan usaha yang mumpuni.
Pasalnya, skema pembiayaan usaha seperti UMi, setiap modal yang dikeluarkan harus kembali ke kas negara. Hal ini berbeda dengan belanja sosial yang sepenuhnya diberikan kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan.
"Dari hal kapasitas di level grass root itu memang membutuhkan banyak sekali dukungan dan pendampingan. Kita terus menyelaraskan yang sudah bergerak di akar rumput agar dapat dukungan pemerintah yang disebut asistensi melalui akses pemodalan," terang Sri Mulyani.
Memperbaiki kualitas program pembiayaan mikro seperti UMi, lanjut Sri Mulyani, akan menjadi tantangan berat ke depannya. Pasalnya, nilai pembiayaan akan terus dikerek naik dalam lima tahun ke depan. Oleh karena itu, pendampingan yang berkualitas menjadi kunci bagi suksesnya pembiayaan usaha mikro dan kecil.
"Kredit Usaha Rakyat (KUR) akan terus ditingkatkan menjadi Rp190 triliun bahkan sampai Rp300 triliun. Pada level ultra mikro nantinya diperlukan intervensi dan tantangan paling berat adalah butuh banyak SDM sebagai intermediary yang baik," Imbuhnya.
Seperti diketahui, PBNU menyampaikan keterangan tertulis terkait skema pembiayaan UMi Kemenkeu. Organisasi Islam terbesar di Indonesia itu menyebutkan UMi tidak layak menjadi sarana pengembangan usaha ultra mikro. Salah satu alasannya ialah beban imbal hasil yang terlampau tinggi.
Imbal hasil UMi yang sebesar 8% disebut tidak sesuai dengan rencana awal yang sebesar 2%. Beban biaya bagi pelaku usaha mikro tersebut bahkan lebih tinggi dari bunga KUR yang sebesar 6%. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.