KEBIJAKAN PAJAK

Tahukah Anda? Produk Yoghurt dan Keju Pernah Kena Pajak Barang Mewah

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 22 Maret 2024 | 15:30 WIB
Tahukah Anda? Produk Yoghurt dan Keju Pernah Kena Pajak Barang Mewah

Ilustrasi. (sumber: iStock)

JAKARTA, DDTCNews – Yoghurt dan keju ternyata sempat menjadi barang kena pajak (BKP) tergolong mewah sehingga dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Berdasarkan penelusuran sejumlah peraturan, yoghurt dan keju dikenakan PPnBM sejak 1994.

Pada tahun tersebut, pengenaan PPnBM atas yoghurt dan keju diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 644/KMK.04/1994. Adapun yoghurt dan keju termasuk ke dalam barang mewah pada Lampiran I dan dikenakan tarif PPnBM sebesar 10%.

“Atas penyerahan BKP Yang tergolong mewah di dalam daerah pabean oleh pabrikan atau impor BKP yang tergolong mewah yang tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini dikenakan PPnBM dengan tarif 10%.” Bunyi Pasal 1 KMK tersebut, dikutip pada Jumat (22/3/2024).

Baca Juga:
Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Berdasarkan lampiran tersebut, yoghurt dan keju termasuk kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi yang dibotolkan/dikemas. PPnBM tidak hanya menyasar yoghurt murni, tetapi juga yoghurt dengan tambahan gula/diberi rasa/mengandung buah-buahan, biji-bijian atau kokoa.

Sementara itu, keju yang menjadi objek PPnBM meliputi keju parut, dan keju bubuk dari semua jenis, keju blue veined, dan keju lainnya yang dibotolkan/dikemas. Dalam perkembangannya, ketentuan yang menjadi dasar pengenaan PPnBM atas yoghurt dan keju terus berubah.

Kendati demikian, yoghurt dan keju tetap dikenakan PPnBM dengan tarif yang sama, yaitu sebesar 10%. Pengenaan PPnBM atas yoghurt dan keju bertahan sampai akhir 2004.Memasuki 2005, yoghurt dan keju tidak lagi dikenakan PPnBM.

Baca Juga:
Kenaikan PPN Tak Banyak Sumbang Penerimaan, DPR Dukung Penghematan

Hal ini terlihat dalam lampiran PMK 620/2004 yang tidak lagi mencantumkan yoghurt dan keju. Berdasarkan pertimbangan PMK 620/2004, perubahan dimaksudkan untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam pengenaan PPnBM atas BKP yang tergolong mewah.

Dalam perkembangannya, ketentuan yang menjadi dasar pengenaan PPnBM atas BKP tergolong mewah selain kendaraan bermotor terus mengalami perubahan. Terakhir, ketentuan PPnBM atas barang mewah selain kendaraan bermotor di antaranya tercantum dalam PMK 96/2021 s.t.d.d. PMK 15/2023.

Merujuk beleid tersebut, saat ini terdapat 7 kelompok barang yang menjadi objek PPnBM. Barang yang menjadi objek PPnBM tersebut, yaitu kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30 miliar atau lebih.

Baca Juga:
Biaya Hidup Makin Mahal, Senator Usul Jasa Listrik-Internet Bebas PPN

Lalu, kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa penggerak, kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya (kecuali untuk keperluan negara), serta helikopter dan pesawat udara lainnya (selain untuk keperluan negara dan angkutan udara niaga).

Lalu, kelompok senjata api lain (kecuali untuk keperluan negara) seperti senjata artileri, revolver dan pistol, kelompok kapal pesiar mewah (kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum), serta yacht (kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata). (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 11:11 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kenaikan PPN Tak Banyak Sumbang Penerimaan, DPR Dukung Penghematan

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol

Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Senin, 03 Februari 2025 | 16:21 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Januari Cuma 0,76 Persen, Diskon Listrik Jadi Penyebab

Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha