PMK 22/2020

Tahapan Pendahuluan untuk Penerapan ALP dalam Transaksi Tertentu

Redaksi DDTCNews | Senin, 30 Maret 2020 | 18:11 WIB
Tahapan Pendahuluan untuk Penerapan ALP dalam Transaksi Tertentu

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ada tahapan pendahuluan yang harus dijalankan dalam Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arm’s Length Principle/ALP) untuk transaksi yang dipengaruhi hubungan Istimewa tertentu.

Dalam pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020 disebutkan penerapan ALP untuk transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu harus dilakukan dengan tahapan pendahuluan dan tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). Baca artikel ‘Simak, Tahapan Penerapan Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha (ALP)’.

Adapun transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu meliputi transaksi jasa, transaksi terkait penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud, transaksi terkait biaya pinjaman, transaksi pengalihan harta, restrukturisasi usaha, dan kesepakatan kontribusi biaya.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

“Dalam hal wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa tertentu berdasarkan tahapan pendahuluan, transaksi … tersebut tidak memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha,” demikian bunyi penggalan pasal 14 ayat (9) beleid tersebut.

Adapun tahapan pendahuluan untuk transaksi jasa meliputi pembuktian bahwa jasa tersebut secara nyata telah diberikan oleh pemberi jasa dan diperoleh penerima jasa, dibutuhkan oleh penerima jasa, memberikan manfaat ekonomis kepada penerima jasa.

Selain itu, jasa tersebut bukan merupakan aktivitas untuk kepentingan pemegang saham (shareholder activity), bukan merupakan aktivitas yang memberikan manfaat kepada suatu pihak semata-mata karena pihak tersebut menjadi bagian dari grup usaha (passive association).

Baca Juga:
OECD Terbitkan Laporan Statistik terkait Advance Pricing Agreement

Jasa tersebut juga bukan merupakan duplikasi atas kegiatan yang telah dilaksanakan sendiri oleh Wajib Pajak, bukan merupakan jasa yang memberi manfaat insidental, serta dalam hal jasa siaga (on call services) bukan merupakan jasa yang dapat diperoleh segera dari pihak yang independen tanpa adanya perjanjian siaga (on call contract) terlebih dahulu.

Selanjutnya, tahapan pendahuluan untuk transaksi terkait penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud meliputi pembuktian atas keberadaan (eksistensi) harta tidak berwujud secara ekonomis dan secara legal, jenis harta tidak berwujud, nilai harta tidak berwujud, pihak yang memiliki harta tidak berwujud secara legal, pihak yang memiliki harta tidak berwujud secara ekonomis, dan penggunaan atau hak untuk menggunakan harta tidak berwujud;

Selain itu, pembuktian bahwa pihak-pihak yang berkontribusi dan melakukan aktivitas pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, proteksi, dan eksploitasi atas harta tidak berwujud. Ada pula pembuktian manfaat ekonomis yang diperoleh pihak yang menggunakan harta tidak berwujud.

Baca Juga:
Konvergensi Metode CUP dan TNMM dalam Analisis Transfer Pricing

Kemudian, tahapan pendahuluan untuk transaksi terkait biaya pinjaman meliputi pembuktian bahwa pinjaman tersebut sesuai dengan substansi dan keadaan sebenarnya, dibutuhkan oleh peminjam, serta memberikan manfaat ekonomis kepada penerima pinjaman.

Selain itu, ada pula pembuktian pinjaman itu digunakan untuk mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Pembuktian bahwa pinjaman tersebut memenuhi karakteristik pinjaman juga harus dilakukan.

Adapun karakteristik pinjaman itu antara lain kreditur mengakui pinjaman secara ekonomis dan secara legal, adanya tanggal jatuh tempo pinjaman, adanya kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman, adanya pembayaran pembayaran yang telah sesuai jadwal ditetapkan baik untuk pokok pinjaman dan imbal hasilnya.

Baca Juga:
Perlunya Penyesuaian Regulasi Analisis Fungsi DEMPE Harta Tak Berwujud

Kemudian pada saat pinjaman diperoleh, peminjam memiliki kemampuan untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur independen dan membayar kembali pokok pinjaman dan imbal hasil pinjaman sebagaimana debitur independen.

Karakteristik pinjaman salah satunya juga didasarkan pada perjanjian pinjaman yang dibuat sesuai peraturan perundang­undangan yang berlaku, adanya konsekuensi hukum apabila peminjam gagal dalam mengembalikan pokok pinjaman dan/atau imbal hasilnya, serta adanya hak tagih bagi pemberi pinjaman sebagaimana kreditur independen.

Sementara, tahapan pendahuluan untuk transaksi pengalihan harta meliputi pembuktian atas motif, tujuan, dan alasan ekonomis (economic rationale) transaksi pengalihan harta. Ada pula pembuktian atas pengalihan harta sesuai dengan substansi dan keadaan yang sebenarnya.

Baca Juga:
UU PPh 1994: Cetak Biru Masa Depan Ketentuan Antipenghindaran Pajak

Kemudian, pembuktian terkait manfaat yang diharapkan (expected benefit) dari pengalihan harta serta pembuktian pengalihan harta tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai pilihan lain yang tersedia.

Selanjutnya, tahapan pendahuluan untuk restrukturisasi usaha meliputi pembuktian atas motif, tujuan, dan alasan ekonomis (economic rationale) dari restrukturisasi usaha. Ada pula pembuktian atas restrukturisasi usaha sesuai dengan substansi dan keadaan yang sebenarnya.

Lalu, ada pembuktian manfaat yang diharapkan (expected benefit) dari restrukturisasi usaha serta pembuktian restrukturisasi usaha tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai pilihan lain yang tersedia.

Terakhir, tahapan pendahuluan untuk kesepakatan kontribusi biaya meliputi pembuktian bahwa kesepakatan kontribusi biaya tersebut dibuat sebagaimana kesepakatan antara pihak­pihak independen, dibutuhkan oleh pihak yang melakukan kesepakatan, serta memberikan manfaat ekonomis kepada pihak yang melakukan kesepakatan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA PANGKALPINANG

Menuju Smart City, Data Pajak Daerah dan Pertanahan Bakal Terintegrasi

Kamis, 05 September 2024 | 09:53 WIB ANALISIS PAJAK

Konvergensi Metode CUP dan TNMM dalam Analisis Transfer Pricing

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan