Ilustrasi. Foto aerial kendaraan melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (11/10/2020). Pemprov DKI Jakarta memutuskan akan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap dan akan kembali memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi yang mulai diberlakukan pada 12 - 25 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
JAKARTA, DDTCNews – DPRD meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta untuk dapat menggenjot penerimaan dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Wakil Ketua Komisi C DPRD Rasyidi HY mengatakan realisasi BPHTB di DKI Jakarta yang hingga Oktober 2020 baru sebesar Rp2,77 triliun atau 45,06% dari target penerimaan BPHTB hasil refocusing APBD 2020 sebesar Rp6,5 triliun.
"Kami berhadap Bapenda DKI Jakarta melakukan door-to-door dan membangun sistem online," ujar Rasyidi, Jumat (16/20/2020).
Tak hanya itu, DPRD juga meminta pemprov untuk menyederhanakan proses pengurusan administrasi BPHTB yang saat ini terbilang rumit. Menurutnya, pemprov harus lebih aktif dalam meningkatkan penerimaan, terutama dari BPHTB.
"Jika ada proses administrasi BPHTB yang masih bermasalah, petugas harus segera turun ke lapangan untuk melakukan proses validasi," kata Anggota Komisi C DPRD Ahmad Lukman Jupiter.
Sementara itu, Kepala Bapenda DKI Jakarta Mohammad Tsani Annafari menuturkan selama ini Bapenda terus berupaya mengoptimalkan fungsi dan layanan e-BPHTB untuk mengejar target pendapatan pada 2 bulan terakhir 2020.
"Kami sudah melakukan perbaikan e-BPHTB sehingga mudah-mudahan tidak ada validasi yang terlalu lama lagi. Insyaallah pada 2020 dan tahun depan bisa makin cepat," tutur Tsani seperti dilansir dprd-dkijakartaprov.go.id.
Untuk diketahui, tren penerimaan BPHTB di DKI Jakarta sudah rendah sejak 2019. Kala itu, penerimaan BPHTB hanya sebesar Rp5,78 triliun atau 60,51% dari target BPHTB 2019 yang mencapai Rp9,5 triliun.
Realisasi setoran BPHTB tersebut tercatat paling rendah ketimbang 12 jenis pajak daerah lainnya yang mampu mencapai 90% dari target. Bahkan, terdapat 8 jenis pajak daerah yang realisasinya melampaui 100%.
Menurut pemprov, realisasi BPHTB yang rendah disebabkan sejumlah faktor di antaranya harga properti yang meningkat dan jauh dari daya beli masyarakat. Masyarakat cenderung menunda pembelian properti.
Terdapat pula indikasi praktik penghindaran BPHTB seperti transaksi properti tanpa akta jual beli (AJB) dan banyak pengembang yang tidak menyetorkan BPHTB, serta transaksi yang cenderung menggunakan harga NJOP, bukan harga transaksi sebenarnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.