Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akhirnya memutuskan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% hanya berlaku atas barang-barang mewah. Ketetapan tersebut diambil setelah muncul pro dan kontra cukup panjang, apalagi dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan utama media nasional pada hari ini, Jumat (6/12/2024).
Kesepakatan bahwa kenaikan PPN hanya berlaku bagi barang-barang yang selama ini sudah dikenai pajak penjualan atas barang-barang mewah (PPnBM), ditetapkan setelah pimpinan DPR melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto.
"PPN 12% itu dikenakan terhadap barang-barang yang masuk kategori mewah baik impor maupun dalam negeri yang selama ini sudah dikenakan PPnBM," kata Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun.
Dengan keputusan tersebut, lanjut Misbakhun, PPN 12% hanya akan ditanggung oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, sedangkan masyarakat umum tetap menanggung PPN dengan tarif 11%.
"Pemerintah hanya memberikan beban kepada konsumen barang mewah. Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku," ujar Misbakhun.
Dengan keputusan tersebut, barang-barang yang selama ini tidak dipungut PPN akan tetap mendapat perlakuan yang sama. Barang dan jasa yang tidak dipungut PPN, antara lain barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, serta pelayanan umum.
Secara terperinci, pemerintah belum memberikan daftar barang mewah yang akan dikenai PPN 12%. Namun, secara umum, kenaikan PPN akan berlaku atas barang-barang yang selama ini sudah dikenai PPnBM.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyampaikan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah mengenai daftar barang mewah yang dikenai PPN 12%. Parlemen memang tidak lagi melakukan pembahasan mengenai kenaikan PPN bersama pemerintah lantaran masa sidang telah ditutup.
Selain bahasan mengenai kenaikan tarif PPN, ada pula isu lain yang menjadi ulasan utama media nasional. Di antaranya, wacana PPN multitarif, permintaan kepada Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan, hingga harap-harap cemas berbagai sektor terhadap perincian kenaikan PPN.
Sebagai respons atas kenaikan tarif PPN yang hanya berlaku atas barang mewah, pemerintah memunculkan kembali wacana penerapan skema PPN multitarif.
Misbakhun menyampaikan wacana tersebut masih dipelajari oleh pemerintah sama DPR. Pada intinya, kajian akan menyasar kemungkinan PPN diterapkan dengan tidak dalam 1 tarif saja.
"Ini masih dipelajari, masyarakat tidak perlu khawatir," tuturnya. (DDTCNews)
Pemerintah sudah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN hanya untuk barang-barang mewah. Namun, perinciannya apa saja barang dan jasa yang tergolong mewah itu belum diumumkan.
Hal tersebut membuat sejumlah sektor usaha ikut harap-harap cemas menunggu. Salah satunya, sektor properti. Kenaikan PPN terhadap barang mewah, termasuk nantinya rumah mewah, berisiko menambah beban pembiayaan pengembang dan menggerus pasar perumahan.
Sekretaris Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu Kadin Indonesia Theresia Rustandi menyampaikan pihaknya memilih untuk menunggu hasil kajian pemerintah terkait dengan definisi dan kategori barang mewah yang bakal dikenai PPN 12%. (Kontan)
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad berharap otoritas moneter dapat melonggarkan suku bunga acuannya di tengah rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
Kamrussamad mengatakan Bank Indonesia (BI) dapat menurunkan suku bunga acuan untuk menjaga daya beli masyarakat. Menurutnya, penurunan suku bunga dapat mendorong masyarakat melakukan kegiatan konsumsi.
"Instrumen kebijakan Bank Indonesia mesti dihitung kembali. Kemarin kan [suku bunga acuan] tetap, mestinya sudah di-review supaya lebih longgar, jangan diperketat," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) mengumumkan perubahan mengenai masa persiapan penerapan fitur Multi-Factor Authentication (MFA) pada proses login aplikasi DJP Online.
DJP menyatakan masa persiapan penerapan MFA dilaksanakan sampai dengan 31 Desember 2024. Sebelumnya, implementasi MFA sudah dimulai sejak 1 Desember 2024.
Selama masa persiapan penerapan MFA, lanjut DJP, wajib pajak diimbau untuk melakukan update data secara mandiri pada aplikasi DJP Online. Update data ini meliputi nomor handphone dan/atau alamat email yang digunakan. (DDTCNews)
Implementasi coretax system tinggal menunggu waktu. Rencananya, sistem pajak terintegrasi ini akan berlaku awal Januari 2025.
DJP mengeklaim coretax akan menjadi semacam dompet bagi wajib pajak. Pasalnya, dalam satu akun coretax nanti, wajib pajak bisa menyimpan dana pembayaran pajaknya di awal. Wajib pajak juga bisa mencairkan restitusi pajak langsung ke rekening atau menaruhnya di deposit pajak.
Secara sederhana, coretax akan menyatukan banyak aplikasi pajak selama ini, termasuk DJP Online, e-Nofa, e-faktur, e-billing, e-reg, e-bupot, dan lainnya. (Kontan) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Barang mewah yang dimaksug gimana ini? Rinciannya belum keluar ya?