RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penolakan otoritas kepabeanan terhadap permohonan pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang dilakukan wajib pajak.
Otoritas kepabeanan menyatakan wajib pajak tidak berhak mendapatkan pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU). Sebab, kendaraan bermotor CBU tidak termasuk dalam daftar kendaraan yang dapat memperoleh pembebasan bea masuk. Selain itu, impor kendaraan bermotor tersebut juga tdak bertujuan untuk kepentingan perwakilan negara asing di Indonesia.
Sebaliknya, wajib pajak berdalil pihaknya berhak atas pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang dilakukannya. Bea masuk yang telah dibayarkan wajib pajak pada saat melakukan impor tersebut seharusnya dikeluarkan dari harga jual dan dapat dimintakan pengembalian kepada Pemohon PK. Dengan kata lain, penolakan pengembalian bea masuk oleh otoritas kepabeanan tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh kepabeanan.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas kepabeanan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan wajib pajak merupakan agen tunggal pemegang merek (ATPM) yang berhak mendapatkan pengembalian bea masuk sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998 (SE 28/1998).
Meski demikian, atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 61106/PP/M.IXA/19/2015 tertanggal 28 April 2015, otoritas kepabeanan mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 Agustus 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah penolakan otoritas kepabeanan terhadap permohonan pengembalian bea masuk atas importasi kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wajib pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon PK, Termohon PK tidak berhak memperoleh pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang dilakukannya tersebut.
Sebab, berdasarkan SE 28/1998, pengembalian bea masuk atas importasi kendaraan bermotor hanya dapat diberikan untuk ATPM sepanjang kendaraan tersebut masuk dalam daftar barang yang diberi fasilitas pembebasan bea masuk.
Adapun jenis kendaraan bermotor yang dapat diberikan fasilitas pembebasan ialah kendaraan bermotor jenis sedan, sedan station wagon, dan jeep rakitan dalam negeri. Dalam hal ini, kendaraan bermotor yang diimpor Termohon PK ialah CBU yang tidak termasuk dalam daftar kendaraan yang memperoleh fasilitas.
Selain itu, merujuk pada KMK No. 90/KMK.04/2002, pembebasan bea masuk diberikan atas impor barang milik perwakilan negara asing berserta pejabatnya dalam upaya menunjang tugas atau fungsi diplomatik berdasarkan asas timbal balik.
Mengacu pada fakta hukum dan penelitian, ketika kendaraan CBU tersebut sampai di daerah pabean Indonesia, Termohon PK melakukan custom clearance dengan membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Selanjutnya, kendaraan yang diimpor tersebut menjadi persediaan Termohon PK. Dengan kata lain, tujuan impor kendaraan bermotor tersebut bukan untuk kepentingan perwakilan negara asing di Indonesia.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menjelaskan pihaknya telah melakukan impor atas kendaraan bermotor dalam keadaan CBU dari Jepang. Adapun impor kendaraan bermotor tersebut telah dikenakan dan dilunasi pembayaran bea masuknya sesuai dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku.
Kendaraan yang diimpor tersebut kemudian dijual kepada kedutaan besar atau perwakilan negara Jepang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk atas impor dari pemerintah.
Dengan demikian, bea masuk yang telah dibayarkan Termohon PK pada saat melakukan impor kendaraan tersebut seharusnya dikeluarkan dari harga jual dan dapat dimintakan pengembalian kepada Pemohon PK.
Sebab, impor kendaraan bermotor tersebut ditujukan untuk kepentingan perwakilan negara asing di Indonesia. Oleh karena itu, Termohon PK menilai koreksi yang dilakukan Pemohon tidak dapat dipertahankan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, penolakan Pemohon PK terhadap permohonan pengembalian bea masuk yang diajukan Termohon PK atas importasi kendaraan bermotor tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung berpendapat Termohon PK berhak atas pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak memiliki alasan yang benar. Dengan demikian, Pemohon PK dinilai sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.