RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengembalian Bea Masuk atas Impor Kendaraan Bermotor

Hamida Amri Safarina | Rabu, 04 November 2020 | 16:15 WIB
Sengketa Pengembalian Bea Masuk atas Impor Kendaraan Bermotor

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penolakan otoritas kepabeanan terhadap permohonan pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang dilakukan wajib pajak.

Otoritas kepabeanan menyatakan wajib pajak tidak berhak mendapatkan pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU). Sebab, kendaraan bermotor CBU tidak termasuk dalam daftar kendaraan yang dapat memperoleh pembebasan bea masuk. Selain itu, impor kendaraan bermotor tersebut juga tdak bertujuan untuk kepentingan perwakilan negara asing di Indonesia.

Sebaliknya, wajib pajak berdalil pihaknya berhak atas pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang dilakukannya. Bea masuk yang telah dibayarkan wajib pajak pada saat melakukan impor tersebut seharusnya dikeluarkan dari harga jual dan dapat dimintakan pengembalian kepada Pemohon PK. Dengan kata lain, penolakan pengembalian bea masuk oleh otoritas kepabeanan tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh kepabeanan.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas kepabeanan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan wajib pajak merupakan agen tunggal pemegang merek (ATPM) yang berhak mendapatkan pengembalian bea masuk sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998 (SE 28/1998).

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Meski demikian, atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 61106/PP/M.IXA/19/2015 tertanggal 28 April 2015, otoritas kepabeanan mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 Agustus 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah penolakan otoritas kepabeanan terhadap permohonan pengembalian bea masuk atas importasi kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wajib pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon PK, Termohon PK tidak berhak memperoleh pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor yang dilakukannya tersebut.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Sebab, berdasarkan SE 28/1998, pengembalian bea masuk atas importasi kendaraan bermotor hanya dapat diberikan untuk ATPM sepanjang kendaraan tersebut masuk dalam daftar barang yang diberi fasilitas pembebasan bea masuk.

Adapun jenis kendaraan bermotor yang dapat diberikan fasilitas pembebasan ialah kendaraan bermotor jenis sedan, sedan station wagon, dan jeep rakitan dalam negeri. Dalam hal ini, kendaraan bermotor yang diimpor Termohon PK ialah CBU yang tidak termasuk dalam daftar kendaraan yang memperoleh fasilitas.

Selain itu, merujuk pada KMK No. 90/KMK.04/2002, pembebasan bea masuk diberikan atas impor barang milik perwakilan negara asing berserta pejabatnya dalam upaya menunjang tugas atau fungsi diplomatik berdasarkan asas timbal balik.

Baca Juga:
Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Mengacu pada fakta hukum dan penelitian, ketika kendaraan CBU tersebut sampai di daerah pabean Indonesia, Termohon PK melakukan custom clearance dengan membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Selanjutnya, kendaraan yang diimpor tersebut menjadi persediaan Termohon PK. Dengan kata lain, tujuan impor kendaraan bermotor tersebut bukan untuk kepentingan perwakilan negara asing di Indonesia.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menjelaskan pihaknya telah melakukan impor atas kendaraan bermotor dalam keadaan CBU dari Jepang. Adapun impor kendaraan bermotor tersebut telah dikenakan dan dilunasi pembayaran bea masuknya sesuai dengan ketentuan kepabeanan yang berlaku.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Kendaraan yang diimpor tersebut kemudian dijual kepada kedutaan besar atau perwakilan negara Jepang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk atas impor dari pemerintah.

Dengan demikian, bea masuk yang telah dibayarkan Termohon PK pada saat melakukan impor kendaraan tersebut seharusnya dikeluarkan dari harga jual dan dapat dimintakan pengembalian kepada Pemohon PK.

Sebab, impor kendaraan bermotor tersebut ditujukan untuk kepentingan perwakilan negara asing di Indonesia. Oleh karena itu, Termohon PK menilai koreksi yang dilakukan Pemohon tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, penolakan Pemohon PK terhadap permohonan pengembalian bea masuk yang diajukan Termohon PK atas importasi kendaraan bermotor tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung berpendapat Termohon PK berhak atas pengembalian bea masuk atas impor kendaraan bermotor. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak memiliki alasan yang benar. Dengan demikian, Pemohon PK dinilai sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:30 WIB KILAS BALIK 2024

Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:00 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

DJP Sampaikan 491 Laporan Gratifikasi di 2023, Nilainya Rp691,8 Miliar

Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Kembangkan Aplikasi CEISALite, Hanya Aktif Jika Hal Ini Terjadi

Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Login Aplikasi Coretax DJP

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa