UU HPP

SBN Khusus Program Ungkap Sukarela Disiapkan, Ini Sasarannya

Dian Kurniati | Jumat, 29 Oktober 2021 | 11:30 WIB
SBN Khusus Program Ungkap Sukarela Disiapkan, Ini Sasarannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana menerbitkan surat berharga negara (SBN) khusus untuk menampung harta peserta program pengungkapan sukarela, seperti diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan ada setidaknya 2 hal yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam mendesain SBN khusus tersebut. Kedua pertimbangan itu menyangkut kemudahan pengawasan SBN dan upaya penurunan biaya utang pemerintah.

"Dalam peraturan ini dipertimbangkan kemudahan untuk pengawasan/monitoring, serta mempertimbangkan juga upaya untuk mendukung penurunan biaya utang pemerintah seiring upaya pendalaman pasar keuangan," katanya, Jumat (29/10/2021).

Baca Juga:
2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Luky mengatakan saat ini Kemenkeu tengah disusun peraturan teknis mengenai penerbitan SBN khusus tersebut berupa peraturan menteri keuangan (PMK). Peraturan tersebut akan menjadi dasar penerbitan SBN khusus ketika program pengungkapan sukarela dimulai pada 2022.

Luky menilai SBN khusus tersebut akan efektif menarik minat peserta program pengungkapan sukarela agar menyimpan dananya pada instrumen tersebut. Walaupun belum membocorkan besaran imbal hasil atau yield yang diberikan, dia menyebut wajib pajak bakal tetap untung karena dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final lebih rendah jika dananya diinvestasikan dalam SBN.

"Sebagai catatan, UU HPP telah memberikan insentif tarif PPh yang lebih rendah bagi wajib pajak bila asetnya diinvestasikan ke SBN," ujarnya.

Baca Juga:
11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah sedang dalam proses penyiapan aturan operasional UU HPP. Menurutnya, ketentuan terkait detail instrumen SBN khusus juga akan diatur dalam aturan operasional tersebut.

Dalam prosesnya, DJP juga berkoordinasi dengan DJPPR mengenai rencana penerbitan SBN khusus untuk untuk program pengungkapan sukarela.

"Kami tentunya terus berkoordinasi dengan DJPPR," ujarnya.

Baca Juga:
Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

UU HPP telah mengatur skema kebijakan program pengungkapan sukarela yang rencananya diadakan pada 1 Januari-30 Juni 2021. Pemerintah akan mengenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final yang dikenakan berbeda-beda, tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta yang diungkapkan.

Tarif 6% berlaku atas harta bersih yang berada di dalam NKRI, dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.

Kemudian, tarif 8% berlaku atas harta bersih yang berada di dalam NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.

Baca Juga:
Tarif PPN RI Dibandingkan dengan Singapura-Vietnam, DJP Buka Suara

Tarif 6% berlaku atas harta bersih yang berada di luar NKRI, dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan. Wadah investasinya yakni kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.

Tarif 8% berlaku atas harta bersih yang berada di luar NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam NKRI dan/atau SBN.

Terakhir, tarif 11% berlaku atas harta bersih yang berada di luar NKRI tidak dialihkan ke dalam NKRI. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Jumat, 20 Desember 2024 | 14:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN RI Dibandingkan dengan Singapura-Vietnam, DJP Buka Suara

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%