Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana menerbitkan surat berharga negara (SBN) khusus untuk menampung harta peserta program pengungkapan sukarela, seperti diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan ada setidaknya 2 hal yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam mendesain SBN khusus tersebut. Kedua pertimbangan itu menyangkut kemudahan pengawasan SBN dan upaya penurunan biaya utang pemerintah.
"Dalam peraturan ini dipertimbangkan kemudahan untuk pengawasan/monitoring, serta mempertimbangkan juga upaya untuk mendukung penurunan biaya utang pemerintah seiring upaya pendalaman pasar keuangan," katanya, Jumat (29/10/2021).
Luky mengatakan saat ini Kemenkeu tengah disusun peraturan teknis mengenai penerbitan SBN khusus tersebut berupa peraturan menteri keuangan (PMK). Peraturan tersebut akan menjadi dasar penerbitan SBN khusus ketika program pengungkapan sukarela dimulai pada 2022.
Luky menilai SBN khusus tersebut akan efektif menarik minat peserta program pengungkapan sukarela agar menyimpan dananya pada instrumen tersebut. Walaupun belum membocorkan besaran imbal hasil atau yield yang diberikan, dia menyebut wajib pajak bakal tetap untung karena dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final lebih rendah jika dananya diinvestasikan dalam SBN.
"Sebagai catatan, UU HPP telah memberikan insentif tarif PPh yang lebih rendah bagi wajib pajak bila asetnya diinvestasikan ke SBN," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah sedang dalam proses penyiapan aturan operasional UU HPP. Menurutnya, ketentuan terkait detail instrumen SBN khusus juga akan diatur dalam aturan operasional tersebut.
Dalam prosesnya, DJP juga berkoordinasi dengan DJPPR mengenai rencana penerbitan SBN khusus untuk untuk program pengungkapan sukarela.
"Kami tentunya terus berkoordinasi dengan DJPPR," ujarnya.
UU HPP telah mengatur skema kebijakan program pengungkapan sukarela yang rencananya diadakan pada 1 Januari-30 Juni 2021. Pemerintah akan mengenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final yang dikenakan berbeda-beda, tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta yang diungkapkan.
Tarif 6% berlaku atas harta bersih yang berada di dalam NKRI, dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.
Kemudian, tarif 8% berlaku atas harta bersih yang berada di dalam NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.
Tarif 6% berlaku atas harta bersih yang berada di luar NKRI, dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan. Wadah investasinya yakni kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.
Tarif 8% berlaku atas harta bersih yang berada di luar NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam NKRI dan/atau SBN.
Terakhir, tarif 11% berlaku atas harta bersih yang berada di luar NKRI tidak dialihkan ke dalam NKRI. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.