Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (foto: pna.gov.ph)
MANILA, DDTCNews – Kementerian Keuangan Filipina mencatat program reformasi pajak yang dilaksanakan Presiden Rodrigo Duterte telah menghasilkan tambahan penerimaan senilai P575,8 miliar atau sekitar Rp158,7 triliun sepanjang 2018-2021.
Kemenkeu melalui laporannya menyebut langkah reformasi telah dilakukan secara signifikan melalui pengesahan sejumlah undang-undang tentang pajak. Dengan penerimaan pajak yang meningkat, pemerintah kini dapat merealisasikan berbagai proyek infrastruktur di Filipina.
"Pendapatan tambahan dari langkah-langkah ini dialokasikan untuk mendanai program ‘Bangun, Bangun, Bangun’ dan program perawatan kesehatan universal," bunyi laporan Kemenkeu, dikutip pada Minggu (8/5/2022).
Kemenkeu menyatakan UU Reformasi Pajak untuk Percepatan dan Inklusi (Tax Reform for Acceleration and Inclusion/TRAIN) yang ditetapkan pada 2018 menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk menyelenggarakan tax amnesty.
Dengan UU TRAIN, pemerintah juga dapat memberlakukan tarif pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya 32% menjadi sebesar 35% untuk wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan kena pajak melebihi P8 juta atau Rp2,25 miliar per tahun.
Implementasi UU TRAIN tercatat telah menghasilkan tambahan penerimaan senilai P68,4 miliar pada 2018; P134,7 miliar pada 2019; P144 miliar pada 2020; dan P228,6 miliar 2021.
Sepanjang 2018 hingga 2021, pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi atas konsumsi telah menghasilkan tambahan penerimaan P476,1 miliar. Kemudian, 2 program tax amnesty untuk tunggakan dan denda pajak bumi dan bangunan juga mendatangkan penerimaan P14,6 miliar pada 2019 hingga 2021.
Di sisi lain, Kemenkeu memandang terjadi peningkatan penerimaan tahunan yang lebih berkelanjutan dalam pengumpulan cukai pada rokok, rokok elektronik, dan minuman beralkohol sepanjang 2020 hingga 2021. Dalam periode tersebut, pemerintah mampu mengumpulkan tambahan penerimaan senilai P85 miliar dari cukai.
"Cukai atas produk tersebut akan terus meningkat setiap tahun mulai 2022 dan seterusnya, sebagaimana diatur dalam UU Cukai yang baru, yakni UU Nomor 11346 dan 11467," bunyi laporan Kemenkeu.
Meski membukukan tambahan penerimaan, Kemenkeu juga mencatat pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan berat pada pendapatan negara secara keseluruhan. Kemenkeu memperkirakan potensi pendapatan yang hilang akibat pandemi mencapai P1,71 triliun sejak 2020.
Rasio penerimaan pajak pada pemerintahan Duterte rata-rata tercatat sebesar 14% pada 2017-2021, mendekati era kepresidenan Fidel V. Ramos (1992-1998) yang sebesar 14,2%. Apabila tanpa pandemi, angka itu diestimasi melesat hingga mencapai 14,8%.
Adapun pada era pemerintahan Presiden Joseph Estrada (1999-2000), rata-rata tax ratio sebesar 12,7%, sebelum turun menjadi 12,1% pada era pemerintahan Presiden Gloria Arroyo (2001-2010) dan kembali naik menjadi 12,7% selama kepresidenan Benigno Aquino III (2011-2016).
"Pengumpulan pajak yang mengesankan dalam 5 tahun pemerintahan ini dapat dikaitkan dengan reformasi pajak yang berani serta upaya digitalisasi dan otomatisasi yang agresif dari badan-badan pengumpul pendapatan sejak Presiden Duterte menjabat pada 2016," bunyi laporan Kemenkeu, seperti dilansir business.inquirer.net.
Apabila penerimaan pajak dan bukan pajak digabungkan, Kemenkeu mencatat besarannya akan mencapai 15,6% terhadap produk domestik bruto (PDB), angka tertinggi dalam lebih dari 2 dekade terakhir.
Filipina akan menggelar pemilu untuk memilih presiden pengganti Duterte pada 9 Mei 2022. Sebelum jabatannya berakhir, Duterte menargetkan dapat menyelesaikan semua agenda reformasi pajak yang direncanakan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.