KEBIJAKAN PAJAK

Ratifikasi Jadi Tantangan dalam Implementasikan Konsensus Pajak Global

Redaksi DDTCNews | Jumat, 26 November 2021 | 18:00 WIB
Ratifikasi Jadi Tantangan dalam Implementasikan Konsensus Pajak Global

Analis Kebijakan Ahli Muda BKF Melani Dewi Astuti dalam acara Nyibir Fiskal BKF, Jumat (26/11/2021).

JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menyebut tantangan utama dalam memenuhi target implementasi konsensus global pada 2023 di antaranya adalah proses adopsi ke dalam ketentuan domestik.

Analis Kebijakan Ahli Muda BKF Melani Dewi Astuti mengatakan OECD menetapkan target yang terbilang ambisius. Menurutnya, tenggat waktu tersebut cukup menantang, terutama saat melakukan ratifikasi dan adopsi aturan pelaksanaan di dalam negeri.

"Biasanya jangka waktu ratifikasi itu 1-2 tahun dan OECD menargetkan 2023 sudah implementasi penuh. Ini target yang ambisius," katanya dalam acara Nyibir Fiskal BKF, Jumat (26/11/2021).

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Secara umum, lanjut Melani, negara yang sepakat dengan proposal dalam konsensus global harus terlebih dahulu melakukan ratifikasi ketentuan internasional. Untuk Indonesia, proses ratifikasi akan ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres).

Proses ratifikasi tersebut nantinya berjalan paralel dengan adopsi kesepakatan internasional pada aturan di dalam negeri. Saat ini, Indonesia sudah memiliki basis aturan setingkat UU sebagai sarana implementasi konsensus global, yaitu UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Proses ratifikasi membutuhkan proses 1-2 tahun karena melibatkan banyak kementerian. Tak hanya Kementerian Keuangan," tuturnya.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Melani menambahkan saat ini masih ada pekerjaan rumah yang tersisa untuk menerapkan konsensus global. Multilateral convention (MLC) untuk kedua pilar belum tersedia dan ditargetkan rampung pada tahun depan saat Indonesia memegang kursi kepresidenan G-20.

"Saat Indonesia jadi presidensi G20 maka ada tuntutan untuk mendorong implementasi kedua pilar agar semua negara ikut join. Melalui presidensi G20, Indonesia bisa memfasilitasi dan mendorong agar lebih banyak negara yang join terutama negara berkembang," ujarnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?