Berita Pajak Sepekan 17-21 Januari 2022.
JAKARTA, DDTCNews - Isu mengenai threshold atau batas omzet tidak kena pajak senilai Rp 500 juta bagi pelaku UMKM kembali hangat pekan ini. Ditjen Pajak (DJP) menjadikan ketentuan yang ditujukan untuk wajib pajak orang pribadi UMKM ini sebagai salah satu fokus dalam sosialisasi UU HPP beberapa hari terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengunggah postingan di media sosialnya untuk mengingatkan masyarakat bahwa ketentuan batas omzet tak kena pajak ini sudah berlaku. Praktis, perhatian wajib pajak kembali tertuju pada topik ini.
Seperti diketahui, ketentuan batas peradaran bruto alias omzet tidak kena pajak hingga Rp500 juta bagi pelaku UMKM resmi berlaku per Januari 2022. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan ketentuan ini disiapkan sebagai semacam penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi WP orang pribadi UMKM yang membayar PPh final PP 23/2018.
"Ini kita taruh supaya memastikan pajaknya tetap final sebesar 0,5% dari omzet, tapi omzet setahun dikurangi dulu Rp500 juta," ujar Suahasil.
Suahasil mengatakan kebijakan ini diharapkan dapat membantu perusahaan kecil dan mikro bertumbuh. Bila berkembang menjadi usaha besar, wajib pajak harus menunaikan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan umum.
Bila omzet wajib pajak orang pribadi UMKM ternyata kurang dari atau sama dengan Rp500 juta dalam setahun, maka wajib pajak orang pribadi UMKM tersebut tidak perlu membayar PPh final dengan tarif 0,5%.
Bila omzet wajib pajak orang pribadi UMKM dalam setahun melampaui Rp500 juta, hanya setiap omzet di atas Rp500 juta saja yang dikenai PPh final UMKM sesuai dengan PP 23/2018.
Artikel lengkapnya, baca Batas Omzet Tak Kena Pajak Rp500 Juta untuk UMKM Berfungsi Jadi PTKP.
Di sisi lain, Menkeu Sri Mulyani juga mengingatkan kembali perihal ketentuan batas omzet tak kena pajak UMKM ini. Lewat instagram, Sri Mulyani menekankan bahwa negara tidak cuma mengumpulkan pajak saja tetapi juga meringankan beban pajak pelaku usaha yang membutuhkan. Kali ini, ujarnya, keringanan pajak salah satunya memprioritaskan kelompok UMKM.
"Sekarang UMKM yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pajak," katanya.
Berita utuhnya, baca Sri Mulyani Ingatkan Lagi, Batas Omzet Tak Kena Pajak Resmi Berlaku.
Artikel populer selanjutnya, pemberitaan soal langkah DJP mengirim email blast kepada jutaan wajib pajak. Mulai pekan ketiga Januari 2022, otoritas mengirimkan email yang berisi imbauan untuk mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS).
Hingga saat ini sudah ada 3,42 juta wajib pajak yang menerima kiriman surat cinta dari DJP ini. Lewat email-nya, DJP mengingatkan seluruh wajib pajak yang belum mengungkapkan seluruh hartanya untuk ikut PPS. DJP menginformasikan bahwa program ini hanya berlangsung 6 bulan, sejak 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
"Memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi seluruh wajib pajak untuk dapat mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi melalui program pengungkapan sukarela," bunyi penggalan email tersebut.
Artikel lengkapnya, baca DJP Mulai Kirim Email Blast Soal PPS ke Wajib Pajak, Begini Isinya.
Selain 3 artikel di atas, masih ada sejumlah pemberitaan yang cukup menyita perhatian pembaca sepanjang pekan ini. Berikut ini adalah 5 artikel DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:
1. WP Jangan Lupa! Dividen Bebas Pajak Perlu Dilaporkan di SPT Tahunan
Wajib pajak diingatkan untuk berhati-hati dalam melaporkan penghasilan berupa dividen dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak 2021.
Sesuai dengan UU PPh yang diubah dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PMK 18/2021, dividen dalam negeri yang diterima wajib pajak orang pribadi dikecualikan dari objek pajak bila diinvestasikan.
"Sehingga, untuk pelaporan SPT tahunan dimasukkan dalam kolom penghasilan yang tidak termasuk objek pajak sejumlah dividen yang diinvestasikan di dalam negeri," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.
Bagi wajib pajak yang menunaikan kewajiban pelaporan SPT tahunannya menggunakan formulir SPT tahunan 1770, penghasilan yang bukan objek pajak dilaporkan pada Lampiran III Bagian B. Bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT tahunan dengan formulir 1770 S, penghasilan yang bukan objek pajak dilaporkan pada Lampiran I Bagian B.
Selain disampaikan pada SPT tahunan, wajib pajak juga harus menyampaikan laporan realisasi investasi kepada Dirjen Pajak.
2. Catat! Kalau Sudah Rajin Bayar Pajak, Tak Perlu Ikut PPS
Wajib pajak tak serta merta perlu dan harus mengikuti PPS bila memiliki harta yang dilaporkan di dalam SPT tahunan.
Kasubdit Penyuluhan Pajak Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Inge Diana Rismawanti mengatakan bila wajib pajak memiliki harta yang belum dilaporkan tetapi penghasilan yang terkait dengan harta tersebut sudah dikenai pajak, wajib pajak tak perlu ikut PPS.
"DJP tidak mau menzalimi wajib pajak. Kalau merasa penghasilannya sudah dikenai pajak selama ini, silahkan membetulkan SPT-nya bila hartanya lupa dicantumkan," ujar Inge.
Bila wajib pajak memiliki harta dan harta tersebut tidak dilaporkan serta terkait dengan penghasilan yang selama ini tidak dikenai pajak, maka wajib pajak dipersilakan ikut PPS.
"Itu supaya lebih mudah, boleh ikut PPS. Dengan ikut PPS maka tidak perlu melakukan pembetulan SPT," ujar Inge.
3. Kejar Kepatuhan Formal Pelaporan SPT Tahunan 2021, DJP Siapkan Ini
DJP menyatakan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mendorong kepatuhan formal wajib pajak dalam penyampaian surat pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021.
Neilmaldrin Noor mengatakan salah satu strategi yang disiapkannya adalah menggencarkan sosialisasi kepada wajib pajak. Menurutnya, sosialisasi pelaporan SPT Tahunan 2021 akan dilakukan oleh kantor pusat maupun unit vertikal DJP.
"Sebagai agenda rutin tahunan, DJP akan menyosialisasikan SPT Tahunan secara masif," katanya.
Sosialisasi pelaporan SPT Tahunan 2021 akan dilakukan DJP melalui berbagai cara. Misalnya, pengadaan kelas pajak pengisian SPT, iklan layanan masyarakat, talkshow di media massa, serta publikasi pelaporan SPT oleh pejabat negara atau figur publik.
4. Baru Terbit! OECD Perbarui Panduan Transfer Pricing
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis edisi terbaru pedoman transfer pricing untuk korporasi multinasional dan administrasi pajak.
OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations edisi 2022 resmi dipublikasikan pada hari ini, Kamis (20/1/2022). Publikasi ini memberikan panduan mengenai penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle/ALP).
"Dalam perekonomian saat ini, perusahaan multinasional memainkan peran yang makin penting. Transfer pricing menjadi agenda utama otoritas dan wajib pajak," tulis OECD dalam keterangan resminya.
Peran besar korporasi multinasional dalam perekonomian menimbulkan tantangan, baik bagi korporasi multinasional maupun bagi otoritas pajak.
Korporasi multinasional harus mematuhi ketentuan pajak yang berbeda-beda di berbagai yurisdiksi. Kondisi ini membuat korporasi multinasional harus menanggung beban kepatuhan yang lebih tinggi ketimbang perusahaan domestik.
Di sisi lain, otoritas pajak juga menghadapi tantangan dari sisi kebijakan dan administrasi. Dari sisi kebijakan, yurisdiksi-yurisdiksi perlu bekerja sama untuk mencegah terjadinya pemajakan berganda atas objek yang sama.
5. 'Minimnya' Jumlah WP Peserta Tax Amnesty Jadi Alasan PPS Digelar
DJP mencatat setidaknya terdapat 4 fakta yang didapat dari penyelenggaraan tax amnesty yang membuat PPS perlu diselenggarakan.
Dalam kata sambutan pada buku panduan PPS yang diterbitkan oleh DJP, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan jumlah wajib pajak yang ikut tax amnesty masih jauh dari jumlah wajib pajak secara total.
Wajib pajak orang pribadi yang ikut tax amnesty hanya 736.093 orang. Angka tersebut baru mewakili 3,88% dari total wajib pajak orang pribadi yang wajib melaporkan SPT pada 2016.
Lantas apa 3 fakta lain yang melatari dilaksanakannya PPS pada tahun ini? Klik tautan judul di atas. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.