Ilustrasi. (Foto: ppatk.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menilai modus operandi tindak pidana pencucian uang (TPPU) kian berkembang, salah satunya melalui penyalahgunaan profesi seperti advokat, notaris, PPAT, akuntan, akuntan publik, hingga perencana keuangan.
Modus operandi TPPU yang dilakukan oleh profesi kian berkembang sehingga perlu ada mitigasi. Hal ini tertuang dalam PP 61/2021 yang merevisi PP 43/2015 yang mengatur soal pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Oleh karena itu, peran profesi sebagai pihak yang melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diperjelas.
"Transaksi yang dilakukan profesi untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa yang diketahui patut diduga menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana, perlu dilaporkan sebagai transaksi keuangan mencurigakan," bunyi bagian pertimbangan PP 61/2021, dikutip Senin (19/4/2021).
Melalui PP 61/2021, pemerintah merevisi bunyi Pasal 8 PP 43/2015 yang mengatur tentang profesi selaku pihak pelapor transaksi keuangan mencurigakan.
Tidak ketentuan yang baru pada Pasal 8 PP 61/2021. Ketentuan pada Pasal 8 hanya menyempurnakan ketentuan transaksi yang wajib disampaikan ke PPATK oleh profesi. Pasal 8 yang awalnya terdiri dari 2 ayat sekarang bertambah menjadi 3 ayat guna mencegah timbulnya multiinterpretasi.
"Pelaksanaan penyampaian transaksi keuangan mencurigakan oleh profesi dirasakan belum optimal dikarenakan kriteria transaksi yang dilakukan profesi yang wajib disampaikan ke PPATK, antara lain karena ketentuan sebelumnya memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda," bunyi bagian penjelas dari PP 61/2021.
Selanjutnya, pelaksanaan penyampaian transaksi oleh profesi juga dinilai masih belum sejalan dengan standar dan konvensi internasional pada bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Masih sama seperti beleid sebelumnya, profesi selaku pihak pelapor wajib menyampaikan transaksi atas nama pengguna jasa profesi. Transaksi yang dimaksud meliputi pembelian dan penjualan properti; pengelolaan uang, efek.
Kemudian jasa keuangan lainnya; pengelolaan rekening giro, tabungan, deposito, atau efek; pengelolaan perusahaan; serta pendirian, pembelian, hingga penjualan badan hukum.
Apabila terdapat indikasi pengguna jasa menggunakan harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana untuk transaksi, maka profesi harus melaporkan transaksi tersebut sebagai transaksi keuangan mencurigakan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.