INDIA

Produksi Stagnan, Industri Migas Minta Tambahan Insentif Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Senin, 29 November 2021 | 19:30 WIB
Produksi Stagnan, Industri Migas Minta Tambahan Insentif Perpajakan

Ilustrasi.

NEW DELHI, DDTCNews – Produsen minyak dan gas bumi (migas) di India meminta penambahan insentif perpajakan, termasuk pembebasan sejumlah bea, untuk mengompensasi stagnannya angka produksi. Permintaan ini diajukan industri dalam rencana anggaran tahun depan.

Desakan atas penambahan insentif fisampaikan oleh Asosiasi Operator Minyak dan Gas (AOGO) India yang mencakup sejumlah pemain besar di industri migas domestik.

"Kami ingin ada pemulihan sistem tunjangan investasi yang menyediakan insentif pajak atas belanja modal yang dilakukan pada pabrik dan mesin di masa lalu," ujar perwakilan AOGO dikutip financialexpress.com, Senin (29/11/2021).

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Salah satu insentif yang diinginkan misalnya pembebasan untuk bea dan cukai atas bahan bakar diesel yang digunakan untuk eksplorasi hidrokarbon dan aktivitas produksi. Pembebasan yang mereka inginkan termasuk bea dan cukai biasa, khusus, dan tambahan bea yang secara keseluruhan nilainya adalah Rs 21,8/liter.

Industri juga tengah mengupayakan penghapusan royalti 20% yang dibayarkan kepada negara bagian. Selain itu, para pemain lama berharap tarif pajak 15% yang diberikan pada perusahaan pertambangan dan manufaktur baru bisa diperluas untuk mereka.

Sejumlah insentif ini diajukan karena produksi masih stagnan, sementara biaya produksi bertambah setiap tahunnya. Ladang sumur minyak yang semakin tua membuat biaya ekstraksi minyak (EOR) selalu meningkat.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Sebagai informasi, 1 barel minyak mentah di India membutuhkan biaya produksi sekitar US$25-US$30. Sementara minyak mentah impor membutuhkan biaya US$70-US$80 per barel.

Pemerintah India sebenarnya berharap produksi lokal bisa meningkat. Sayangnya, industri migas hanya mampu memenuhi 15% kebutuhan BBM nasional dan 50% sisanya masih harus dipenuhi melalui impor. Oleh karenanya, diharapkan ada fasilitas yang dapat mengurangi beban perusahaan. (tradiva sandriana/sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN