PMK 81/2024

PPh yang Wajib Dibayar dan Disetor Kontraktor Migas sesuai PMK 81/2024

Redaksi DDTCNews | Selasa, 19 November 2024 | 14:00 WIB
PPh yang Wajib Dibayar dan Disetor Kontraktor Migas sesuai PMK 81/2024

Pekerja Pertamina EP Papua Field memeriksa fasilitas pompa angguk di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU

JAKARTA, DDTCNews - Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024 turut memperbarui ketentuan penyetoran dan pelaporan penerimaan negara dari usaha hulu migas. Beleid yang sama juga mengatur kembali penghitungan pajak penghasilan (PPh) migas berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi.

Pasal 250 PMK 81/2024 menjelaskan frasa penerimaan negara dari kegiatan hulu migas yang didefinisikan sebagai penerimaan dari hasil kontrak kerja sama (KKS) dari wilayah kerja (WK) pertambangan migas. Penerimaan negara dari hulu migas terdiri dari bagian negara dan PPh migas.

"Bagian negara meliputi lifting yang merupakan hak negara yang berasal dari total lifting migas berdasarkan KKS," bunyi Pasal 251 PMK 81/2024, dikutip pada Selasa (19/11/2024).

Baca Juga:
Mulai Maret 2025, DHE SDA Wajib 100% Disimpan 1 Tahun di Dalam Negeri

Selanjutnya, terhadap lifting migas dilakukan penjualan dan/atau pengiriman, yang terdiri atas lifting yang merupakan hak negara, lifting yang merupakan hak kontraktor, dan lifting yang merupakan hak negara dan kontraktor (joint lifting).

Pajak penghasilan yang wajib dibayarkan dan dilaporkan oleh kontraktor terdiri atas 4 jenis.

Pertama, angsuran pajak dalam tahun berjalan. Kedua, PPh badan yang terutang pada akhir tahun.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan, SKB PPhTB Bisa Diajukan di Kantor Pajak Manapun

Ketiga, PPh atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh badan yang dibayar secara bulanan. Dan/atau, keempat, PPh atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh badan yang dibayar secara tahunan.

Pasal 254 lantas mengatur bahwa apabila pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri maka pembayaran PPh dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor.

Penentuan kebutuhan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang digunakan sebagai pembayaran PPh dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kegiatan usaha migas dan menteri.

Baca Juga:
Pemberi Kerja Masih Wajib Setor Bukti Potong PPh Pasal 21 ke Pegawai

Pasal 25 PMK 81/2024 mengatur bahwa besaran PPh dalam bentuk volume miyak bumi dari bagian kontraktor yang harus diserahkan kepada pemerintah dihitung menggunakan harga minyak mentah (Indonesian Crude Price) pada bulan saat PPH terutang.

Besarnya PPh dalam bentuk volume gas bumi dari bagian kontraktor yang harus diserahkan kepada pemerintah dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang penjualan kontraktor pada bulan saat PPh terutang.

Harga gas bumi yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh ditetapkan oleh menteri.

Selanjutnya, hasil penjualan dan/atau pengiriman lifting yang merupakan hak negara disetorkan sebagai bagian negara dalam jumlah penuh (full amount) sesuai Kontrak Kerja Sama dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tanpa pengurangan biaya-biaya administrasi. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 22 Januari 2025 | 08:55 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Mulai Maret 2025, DHE SDA Wajib 100% Disimpan 1 Tahun di Dalam Negeri

Selasa, 21 Januari 2025 | 14:30 WIB KP2KP ACEH SINGKIL

Coretax Diterapkan, SKB PPhTB Bisa Diajukan di Kantor Pajak Manapun

Selasa, 21 Januari 2025 | 09:06 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemberi Kerja Masih Wajib Setor Bukti Potong PPh Pasal 21 ke Pegawai

Senin, 20 Januari 2025 | 15:30 WIB PMK 136/2024

Ini Enam Entitas yang Dikecualikan dari Pajak Minimum Global

BERITA PILIHAN
Rabu, 22 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Perusahaan Multinasional yang Terdampak Pajak Minimum Global

Rabu, 22 Januari 2025 | 10:31 WIB THAILAND

Thailand Bakal Segera Terapkan Pajak Karbon, Segini Tarifnya

Rabu, 22 Januari 2025 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Prabowo Alokasikan Anggaran Rp48,8 Triliun untuk IKN pada 2025 - 2029

Rabu, 22 Januari 2025 | 09:30 WIB LITERATUR PAJAK

Masuki Masa Lapor SPT Tahunan, Pahami Pajak Profesi Anda di Sini

Rabu, 22 Januari 2025 | 09:25 WIB KURS PAJAK 22 JANUARI 2025 - 28 JANUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 22 Januari 2025 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Bakal Terhubung dengan Seluruh K/L dan Perbankan, Ini Kata DJP

Rabu, 22 Januari 2025 | 08:55 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Mulai Maret 2025, DHE SDA Wajib 100% Disimpan 1 Tahun di Dalam Negeri

Selasa, 21 Januari 2025 | 20:07 WIB CORETAX SYSTEM

Perbaiki Bug, Pihak Vendor Coretax Masih Ngebut Kerja di DJP

Selasa, 21 Januari 2025 | 20:00 WIB CORETAX DJP

Coretax Belum Terkoneksi dengan Seluruh Sistem Kementerian dan Bank

Selasa, 21 Januari 2025 | 19:30 WIB KP2KP PADANG ARO

Dinyatakan Lulus Seleksi PPPK, WP Berbondong-bondong Daftar NPWP