UU HPP

PMK Rasio Biaya Pinjaman Terhadap EBITDA Disiapkan, Ini Alasan DJP

Muhamad Wildan | Rabu, 01 Desember 2021 | 17:00 WIB
PMK Rasio Biaya Pinjaman Terhadap EBITDA Disiapkan, Ini Alasan DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Debt to equity ratio (DER) dinilai sudah tidak banyak digunakan oleh otoritas pajak di berbagai yurisdiksi untuk keperluan penghitungan pajak.

Oleh karena itu, pemerintah dan DPR RI melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sepakat memperluas cakupan Pasal 18 ayat (1) UU PPh dengan memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk mengatur batas jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan adalah melalui persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan EBITDA.

Baca Juga:
Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

"DER sudah tidak terlalu digunakan di banyak negara, yang dianggap lebih fair adalah menggunakan EBITDA," ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama, dikutip Rabu (1/12/2021).

Bila merujuk pada ayat penjelas dari Pasal 18 ayat (1) PPh yang telah diubah dengan UU HPP, menteri keuangan memiliki kewenangan untuk menggunakan metode lain dalam menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan.

Secara umum, menteri keuangan berwenang menetapkan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan menggunakan metode yang lazim diterapkan di dunia internasional.

Baca Juga:
11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Untuk saat ini, menteri keuangan telah memiliki ketentuan mengenai besaran perbandingan utang dan modal atau DER untuk keperluan penghitungan pajak dengan PMK 169/2015. Pada PMK tersebut, DER ditetapkan paling tinggi sebesar 4:1.

Ketentuan DER dalam PMK 169/2015 dikecualikan bagi 6 wajib pajak, yaitu wajib pajak perbankan; pembiayaan; asuransi dan reasuransi; wajib pajak yang bergerak di bidang migas atau pertambangan; wajib pajak yang seluruh penghasilannya dikenai PPh final; dan wajib pajak yang menjalan usaha di bidang infrastruktur. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Jumat, 20 Desember 2024 | 14:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Kamis, 19 Desember 2024 | 08:40 WIB UTANG PEMERINTAH

Posisi Utang Pemerintah Capai Rp8.680 Triliun hingga November 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra