Laman muka dokumen PMK 153/203.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menerbitkan PMK 153/2023 mengenai pengembalian penerimaan negara (restitusi) di bidang kepabeanan dan cukai.
PMK 153/2023 diterbitkan untuk mempertegas ketentuan mengenai restitusi di bidang kepabeanan dan cukai. Alasannya, ketentuan mengenai restitusi tersebut selama ini masih tersebar di berbagai peraturan.
"Untuk meningkatkan pelayanan dan menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban bagi wajib bayar dalam memberikan kepastian hukum, sehingga ketentuan ... perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 153/2023, dikutip pada Jumat (5/1/2024).
Ketentuan mengenai restitusi di bidang kepabeanan dan cukai selama ini tertuang dalam 4 PMK. Pertama, PMK 113/2008 mengatur mengenai restitusi cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda.
Kedua, PMK 274/2014 memuat ketentuan mengenai restitusi bea masuk, bea keluar, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga dalam kepabeanan. Ketiga, PMK 55/2015 memuat ketentuan mengenai pengembalian bea masuk dalam tindakan antidumping, tindakan imbalan, dan tindakan pengamanan perdagangan.
Keempat, PMK 145/2022 memuat ketentuan mengenai restitusi bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan diekspor.
Pasal 2 PMK 153/2023 menyatakan restitusi dapat diberikan berdasarkan dokumen dasar pengembalian yang menyebabkan kelebihan penerimaan negara sebagai akibat dari penetapan pejabat bea dan cukai; penetapan dirjen; keputusan pejabat bea dan cukai, keputusan dirjen, atau keputusan menteri keuangan; kesalahan tata usaha; atau putusan badan peradilan pajak.
Restitusi tersebut dapat diberikan dalam jangka waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal dokumen dasar pengembalian.
Dokumen dasar restitusi berupa penetapan pejabat bea dan cukai meliputi Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP); Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK); Surat Penetapan Kelebihan Pembayaran Cukai (SPKPC); Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP-FPBM); atau dokumen penetapan Pejabat Bea dan Cukai lainnya yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, dokumen dasar restitusi berupa penetapan dirjen meliputi Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP); Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK); atau keputusan keberatan.
Setelahnya, dokumen dasar pengembalian berupa keputusan pejabat bea dan cukai, keputusan dirjen, atau keputusan menteri keuangan meliputi 10 dokumen.
Kesepuluh dokumen tersebut yakni keputusan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26 UU Kepabeanan; keputusan mengenai pemberian pembebasan cukai berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU Cukai dan dokumen pengeluaran barang kena cukai; serta persetujuan pembatalan pemberitahuan pabean.
Selain itu, dokumen juga dapat berupa persetujuan ekspor kembali barang impor yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali; persetujuan pemusnahan barang impor yang oleh sebab tertentu harus dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai; tanda bukti perusakan pita cukai; berita acara pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai; tanda bukti penerimaan pengembalian pita cukai; dokumen yang terkait dengan pemberitahuan pabean ekspor barang kena cukai; atau dokumen keputusan lainnya yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, dokumen dasar pengembalian atas kesalahan tata usaha meliputi dokumen dasar pengembalian berupa penetapan pejabat bea dan cukai; atau dokumen dasar pengembalian berupa penetapan dirjen. Adapun dokumen dasar pengembalian atas kesalahan tata usaha merupakan Bukti Penerimaan Negara.
Pasal 5 PMK 153/2023 lantas mengatur permohonan restitusi diajukan kepada menteri keuangan melalui kepala kantor bea dan cukai tempat dipenuhinya kewajiban kepabeanan dan cukai. Permohonan restitusi diajukan paling lambat 30 hari sebelum berakhirnya jangka waktu.
Permohonan restitusi hanya dapat diajukan untuk 1 dokumen dasar pengembalian. Permohonan restitusi juga harus memenuhi sejumlah ketentuan.
Pertama, diajukan oleh orang perseorangan; atau orang yang namanya tercantum dalam akta pendirian atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian beserta perubahannya, dalam hal diajukan oleh badan hukum.
Kedua, permohonan dilampiri dengan dokumen dasar pengembalian; bukti identitas pemohon; akta pendirian atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian beserta perubahannya, dalam hal diajukan oleh badan hukum; dan bukti kepemilikan rekening aktif.
Dalam hal permohonan pengembalian diajukan atas impor barang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk, permohonan juga harus dilampiri dengan dokumen pemberitahuan pabean impor beserta dokumen pelengkap kepabeanannya; dan surat pernyataan dalam hal permohonan restitusi diajukan oleh importir yang bukan penerima pembebasan atau keringanan bea masuk.
Dalam hal permohonan restitusi diajukan atas impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali, permohonan juga harus dilampiri dengan pemberitahuan pabean ekspor. Adapun jika permohonan restitusi diajukan atas impor barang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dengan dokumen dasar pengembalian berupa SKPFPBM, permohonan juga harus dilampiri dengan pemberitahuan pabean impor beserta dokumen pelengkap kepabeanannya.
Kepala kantor bea dan cukai nantinya akan melakukan penelitian terhadap permohonan restitusi tersebut. Penelitian sebagaimana ini meliputi penelitian formil; dan penelitian materiil.
Restitusi akan diberikan setelah diperhitungkan dengan utang pemohon. Utang yang dapat diperhitungkan meliputi utang yang timbul sebagai akibat adanya penetapan maupun putusan badan peradilan pajak; serta utang yang tidak sedang diajukan keberatan atau banding.
Dalam hal pemohon mendapatkan penundaan atau pengangsuran pembayaran utang, nilai restitusi diperhitungkan sebagai pembayaran awal. Pembayaran awal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penundaan dan/atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai.
"Berdasarkan laporan hasil penelitian ... kepala kantor bea dan cukai atas nama menteri memberikan persetujuan pengembalian; atau penolakan pengembalian," bunyi Pasal 9 PMK 153/2023.
Pada saat PMK 153/2023 mulai berlaku, pasal-pasal mengenai restitusi di bidang kepabeanan dan cukai dalam PMK 113/2008, PMK 274/2014, PMK 55/2015, dan PMK 145/2022 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PMK 153/2023 ini mulai berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 28 Desember 2023 atau mulai 26 Februari 2024. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.