KINERJA PERINDUSTRIAN

PMI Manufaktur Melambat, Ada Regulasi yang Disebut Tidak Pro-Bisnis

Redaksi DDTCNews | Kamis, 06 Juni 2024 | 17:00 WIB
PMI Manufaktur Melambat, Ada Regulasi yang Disebut Tidak Pro-Bisnis

Ilustrasi. Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (15/1/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.

JAKARTA, DDTCNews - Industri manufaktur nasional disebut masih cukup solid, meski kinerjanya sedikit menurun. Hal ini tecermin dari capaian purchasing manager's index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2024 yang berada di level 51,2, lebih rendah dari capaian pada April 2024 di angka 52,9.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan aktivitas produksi sektor industri manufaktur sedikit menurun karena anjloknya pesanan dari luar negeri dan juga kekhawatiran pengurangan pesanan dalam negeri pada waktu mendatang. Kondisi ini berkaitan langsung kebutuhan tenaga kerja industri.

"Walaupun PMI kita masih solid dan sehat, tetapi sudah mulai turun. Kami khawatir penurunan ini sebagian disebabkan oleh regulasi yang tidak pro ke pelaku industri, yang dianggap kurang bersahabat dengan sektor manufaktur," kata Febri dalam keterangan pers, dikutip pada Kamis (6/6/2024).

Baca Juga:
Analisis Industri dalam Tahapan Penerapan PKKU

Regulasi yang tidak pro-bisnis itu, salah satunya, adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 yang merelaksasi impor sejumlah komoditas. Kebijakan itu dikhawatirkan akan memengaruhi optimisme pelaku industri domestik.

Kemenperin, ujarnya akan berupaya agar Permendag 8/2024 tidak membawa sentimen negatif yang lebih dalam bagi pelaku industri manufaktur di Indonesia, sehingga PMI bulan depan tidak akan merosot lagi.

"Kami sudah menerima masukan dari banyak asosiasi sektor industri yang menyatakan keberatannya atas penerapan Permendag 8/2024, dan itu pun sudah disampaikan mereka kepada publik oleh masing-masing asosiasi," tuturnya.

Baca Juga:
Ada PPN DTP 1% untuk Terigu dan Gula Industri, Ternyata Ini Alasannya

Selain karena kebijakan relaksasi impor, merosotnya skor PMI Manufaktur Indonesia juga disebabkan karut-marut dari implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri.

Hal tersebut, menurut Febri, akan membawa dampak penurunan PMI atau kepercayaan diri dari pelaku manufaktur di Tanah Air. Padahal fasilitas HGBT dianggap menjadi stimulus penting untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi masuk ke Indonesia.

"Banyak sekali calon investor yang menunggu apakah kebijakan HGBT US$6 per MMBTU untuk industri ini akan dilanjutkan atau tidak? Karena insentif ini sangat menarik bagi mereka, sebagai salah satu kunci untuk bisa berdaya saing," katanya.

Baca Juga:
Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Jasa Industri 2025-2045, Apa Isinya?

Kemenperin merumuskan ada 2 instrumen penting yang dapat menumbuhkan kinerja industri nasional, yakni melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). SNI bisa dipergunakan untuk mengontrol impor dan melindungi industri dalam negeri.

"Selain itu, kita tidak boleh lupa mengenai prinsip-prinsip TKDN. Prinsip pertama bahwa TKDN mendorong dan menumbuh-kembangkan investasi. Kemudian kedua, TKDN menumbuhkan pohon-pohon industri yang masih kosong. Dan, ketiga adalah TKDN memperluas nilai tambah," ungkapnya.

Sebagai informasi, PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 sebetulnya sudah melampaui PMI Manufaktur negara-negara lain. Antara lain, Jerman (45,4), Prancis (46,7), Vietnam (50,3), Jepang (50,4), Taiwan (50,9), Amerika Serikat (50,9), Inggris (51,3), Korea Selatan (51,6), China (51,7), dan Filipina (51,9).

Baca Juga:
PPN 12%, 3 Insentif Ini Bakal Diberikan untuk Industri Padat Karya

Menanggapi capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024, Paul Smith selaku Economics Director S&P Global Market Intelligence mengatakan bahwa data survei bulan Mei menunjukkan kinerja solid di sektor manufaktur Indonesia. Hal ini didorong oleh perolehan output dan permintaan baru.

"Permintaan pasar juga bertahan positif, meski sebagian besar didukung oleh klien domestik karena manufaktur global terus menunjukkan penurunan kinerja untuk permintaan ekspor baru," jelasnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 20 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Industri dalam Tahapan Penerapan PKKU

Rabu, 18 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada PPN DTP 1% untuk Terigu dan Gula Industri, Ternyata Ini Alasannya

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:00 WIB PETA JALAN JASA INDUSTRI

Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Jasa Industri 2025-2045, Apa Isinya?

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:50 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12%, 3 Insentif Ini Bakal Diberikan untuk Industri Padat Karya

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini