DDTC TAX WEEKS 2022

Perubahan Lanskap Pajak Perlu Berikan Kepastian, Simak Analisisnya

Dian Kurniati | Kamis, 03 Februari 2022 | 12:01 WIB
Perubahan Lanskap Pajak Perlu Berikan Kepastian, Simak Analisisnya

Partner of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji dalam webinar DDTC Tax Weeks 2022. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Lanskap perpajakan, termasuk beragam peraturan dan relaksasi kebijakan, mengalami banyak perubahan selama pandemi Covid-19 yang terjadi dalam 2 tahun terakhir. Pandemi membuat sistem pajak di Tanah Air bergerak cepat.

Partner of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan kondisi tersebut mendatangkan peluang sekaligus tantangan untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Tantangan yang muncul, menurut Bawono, lantaran perubahan sistem pajak erat kaitannya dengan kepastian pajak.

"Dalam kondisi ini, yang menjadi tantangan adalah kepastian pajak di tengah lanskap pajak yang banyak berubah," katanya dalam webinar pada Grand Opening of DDTC Surabaya Office and Launching New Publications of DDTC, Kamis (3/2/2022).

Baca Juga:
11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Bawono mengatakan perkembangan pajak pada saat ini dan tahun-tahun mendatang tidak bakal lepas dari berbagai perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-19 sejak 2 tahun lalu.

Awalnya, ujar Bawono, perubahan kebijakan pajak ditujukan untuk menyelamatkan nyawa dan ekonomi. Namun, kebutuhannya kini berkembang sebagai instrumen pendorong daya saing investasi dan akselerator pemulihan ekonomi.

Dalam 2 tahun terakhir, berbagai undang-undang (UU) di sektor pajak telah disahkan. Beberapa di antaranya yakni UU 2/2020, UU Bea Materai, UU Cipta Kerja klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dan UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Baca Juga:
Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Berlakunya sejumlah beleid tersebut, menurut Bawono, tidak terlepas dari upaya pemerintah mencapai komitmen pengendalian defisit melalui pengelolaan yang berkelanjutan. Selain itu, implementasi peraturan tersebut juga diharapkan mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi yang tertekan akibat pandemi Covid-19.

Bawono menilai APBN 2022 yang mengusung tema mendukung pemulihan ekonomi dan reformasi struktural mengindikasikan pemerintah tetap akan memberikan relaksasi pajak meski kebijakan fiskalnya diarahkan untuk konsolidasi.

Jika dipetakan, relaksasi pajak masih diberikan untuk berbagai keperluan seperti mendorong pemulihan dunia usaha, mendorong daya tarik investasi, mendorong kemudahan berusaha, serta mencapai keberpihakan kepada sektor atau wajib pajak tertentu.

Baca Juga:
8 Jenis Pajak Daerah yang Diatur Pemkab Tulungagung beserta Tarifnya

Di samping itu, Bawono melanjutkan, pemerintah juga berupaya melanjutkan digitalisasi berbagai proses bisnis melalui Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), yang telah dimulai pada 2018 dan direncanakan rampung pada 2023.

"Bagaimana digitalisasi itu mengubah banyak hal di sektor pajak, tidak hanya tentang pajak digital, tapi juga proses bisnis yang ikut berubah," ujarnya.

Tren konsolidasi fiskal tersebut terjadi di hampir semua negara di dunia saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui optimalisasi penerimaan pajak, dengan pola yang diarahkan pada aspek kesehatan dan perubahan iklim.

Baca Juga:
Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Dengan berbagai perubahan tersebut, Bawono menekankan catatan penting yang perlu jadi perhatian yakni cara menjamin kepastian pajak. Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh otoritas dan seluruh stakeholders untuk mewujudkan kepastian pajak, menurutnya, adalah sikap terbuka terhadap digitalisasi administrasi perpajakan serta memahami perkembangan informasi di bidang perpajakan baik prosedural maupun legalnya.

Kemudian, kepastian pajak dapat dicapai apabila terdapat partisipasi publik dalam setiap proses kebijakan di sektor pajak. Selain itu, reformasi lanjutan juga diperlukan untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa perpajakan yang efektif dan efisien, serta melalui manajemen risiko pajak melalui strategi tax control framework bagi wajib pajak dan compliance risk management bagi otoritas pajak.

"Manajemen risiko pajak yang baik ini akan memberikan kepastian bagi wajib pajak dan otoritas pajak," imbuhnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 21 Desember 2024 | 09:00 WIB PROVINSI RIAU

Opsen Berlaku Tahun Depan, Pemda se-Riau Teken Perjanjian Kerja Sama

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Jumat, 20 Desember 2024 | 14:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Jumat, 20 Desember 2024 | 10:00 WIB TAX CENTER UNIAS - KPP PRATAMA SIBOLGA

Layanan Pajak Bisa Dimonitor Realtime, Coretax Pangkas Biaya Kepatuhan

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra