Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengatur adanya perlakuan khusus mengenai waktu dimulainya penyusutan untuk harta berwujud yang dimiliki tetapi belum digunakan.
Sesuai dengan Pasal 11 UU PPh s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang HPP, dengan persetujuan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, wajib pajak diperbolehkan untuk mulai menyusutkan harta yang dimiliki tetapi belum digunakan tidak pada saat dilakukannya pengeluaran, melainkan ditentukan pada saat lain.
“Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan,” bunyi pasal 11 ayat (4) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, dikutip Kamis (10/11/2022).
Adapun penjelasan pasal tersebut menegaskan yang dimaksud 'saat mulai menghasilkan' adalah pada saat telah dimulainya produksi. Namun, hal tersebut tidak berkaitan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Untuk lebih jelasnya, terdapat contoh kasus yang dipaparkan dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (4) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, sebagai berikut:
PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli sebuah traktor pada 2009. Namun, usaha perkebunan tersebut baru mulai menghasilkan atau panen pada 2010. Merujuk pada ketentuan maka penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai 2010, sepanjang mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak.
Untuk mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak harus mengajukan permohonan. Sesuai PER-10/2014, pemohonan dilakukan melalui kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dengan status domisili atau pusat.
Selain itu, perlu dicatat terdapat ketentuan jangka waktu untuk menyampaikan permohonan tersebut. Wajib pajak harus menyampaikan permohonan paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya tahun pajak dilakukannya pengeluaran atau selesainya pengerjaan harta.
Kemudian, diperinci pula dalam PER-10/2014, harta yang dimaksud meliputi semua harta berwujud, baik bangunan maupun bukan bangunan, sepanjang belum pernah digunakan atau menghasilkan dan belum menjadi beban penyusutan secara fiskal.
Kendati demikian, terdapat pula pengecualian beberapa harta berwujud yang tidak termasuk dalam ketentuan ini. Harta berwujud tersebut berupa yang dimiliki dan digunakan dalam bidang-bidang usaha tertentu, yakni bidang usaha kehutanan, perkebunan tanaman keras, dan peternakan. Simak juga ‘Ketentuan Penyusutan Harta Diatur Khusus untuk WP Ini, Siapa Saja?’ (Fauzara Pawa Pambika/sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.