UU HPP

Penyusutan Atas Harta Berwujud yang Belum Digunakan, Begini Aturannya

Redaksi DDTCNews | Jumat, 11 November 2022 | 10:30 WIB
Penyusutan Atas Harta Berwujud yang Belum Digunakan, Begini Aturannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengatur adanya perlakuan khusus mengenai waktu dimulainya penyusutan untuk harta berwujud yang dimiliki tetapi belum digunakan.

Sesuai dengan Pasal 11 UU PPh s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang HPP, dengan persetujuan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, wajib pajak diperbolehkan untuk mulai menyusutkan harta yang dimiliki tetapi belum digunakan tidak pada saat dilakukannya pengeluaran, melainkan ditentukan pada saat lain.

“Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan,” bunyi pasal 11 ayat (4) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, dikutip Kamis (10/11/2022).

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Adapun penjelasan pasal tersebut menegaskan yang dimaksud 'saat mulai menghasilkan' adalah pada saat telah dimulainya produksi. Namun, hal tersebut tidak berkaitan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.

Untuk lebih jelasnya, terdapat contoh kasus yang dipaparkan dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (4) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, sebagai berikut:

PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli sebuah traktor pada 2009. Namun, usaha perkebunan tersebut baru mulai menghasilkan atau panen pada 2010. Merujuk pada ketentuan maka penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai 2010, sepanjang mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak.

Baca Juga:
Nabung Emas Fisik secara Digital? Pastikan Belinya di Platform Berizin

Untuk mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak harus mengajukan permohonan. Sesuai PER-10/2014, pemohonan dilakukan melalui kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dengan status domisili atau pusat.

Selain itu, perlu dicatat terdapat ketentuan jangka waktu untuk menyampaikan permohonan tersebut. Wajib pajak harus menyampaikan permohonan paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya tahun pajak dilakukannya pengeluaran atau selesainya pengerjaan harta.

Kemudian, diperinci pula dalam PER-10/2014, harta yang dimaksud meliputi semua harta berwujud, baik bangunan maupun bukan bangunan, sepanjang belum pernah digunakan atau menghasilkan dan belum menjadi beban penyusutan secara fiskal.

Kendati demikian, terdapat pula pengecualian beberapa harta berwujud yang tidak termasuk dalam ketentuan ini. Harta berwujud tersebut berupa yang dimiliki dan digunakan dalam bidang-bidang usaha tertentu, yakni bidang usaha kehutanan, perkebunan tanaman keras, dan peternakan. Simak juga ‘Ketentuan Penyusutan Harta Diatur Khusus untuk WP Ini, Siapa Saja?’ (Fauzara Pawa Pambika/sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra