PP 12/2023

Penyerahan HGU Sampai HGB Bisa Dikenai BPHTB Nol Persen di IKN

Dian Kurniati | Kamis, 09 Maret 2023 | 10:00 WIB
Penyerahan HGU Sampai HGB Bisa Dikenai BPHTB Nol Persen di IKN

Ilustrasi. Suasana proses pembangunan istana presiden di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (25/2/2023). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Pemerintah (PP) 12/2023, pemerintah mengatur tarif pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 0% atas pemberian hak atas tanah (HAT) di Ibu Kota Nusantara (IKN).

PP 12/2023 menyebutkan HAT yang dikenakan BPHTB 0% meliputi hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), atau hak pakai di atas HPL. Pengenaan BPHTB dengan tarif 0% tersebut berlaku untuk jangka waktu tertentu.

"Pemberian HAT berupa HGU, HGB, atau hak pakai di atas HPL dikenakan BPHTB dengan tarif 0% dari nilai perolehan untuk jangka waktu tertentu," bunyi Pasal 21 ayat (1) PP 12/2023, dikutip pada Kamis (9/3/2023).

Baca Juga:
Seluruh K/L Diminta Usulkan Revisi Belanja Paling Lambat 14 Februari

HAT dapat dialihkan, diwariskan, atau dibebani hak tanggungan setelah mendapat persetujuan dari otorita IKN. Pihak yang mendapatkan pengalihan HAT juga dikenakan BPHTB dengan tarif 0% untuk jangka waktu tertentu.

Nanti, ketentuan pengenaan BPHTB tersebut bakal diatur dalam peraturan kepala otorita. PP 12/2023 menjelaskan tanah yang dialokasikan oleh otorita IKN kepada pelaku usaha dapat diberikan HAT berupa HGU, HGB, atau hak pakai sesuai dengan peruntukan kegiatan usaha.

Pengalokasian bagian tanah HPL kepada pelaku usaha ini dituangkan dalam bentuk perjanjian antara otorita dengan pelaku usaha. Otorita akan memberikan jaminan kepastian jangka waktu HGU, HGB, atau hak pakai kepada pelaku usaha yang dimuat dalam perjanjian.

Baca Juga:
Bebaskan BPHTB untuk MBR, Pemkot Sebut Dampaknya Tak Signifikan ke PAD

Dalam hal otorita mengalokasikan bagian tanah HPL kepada pelaku usaha maka status tanahnya akan tetap menjadi aset dalam pengelolaan otorita. Sementara itu, HAT di atas HPL didaftarkan atas nama pelaku usaha.

Jangka waktu HGU di atas HPL otorita diberikan paling lama 95 tahun melalui 1 siklus pertama dengan tahapan pemberian hak paling lama 35 tahun; perpanjangan hak paling lama 25 tahun; dan pembaruan hak paling lama 35 tahun.

Dalam tenggang waktu 10 tahun sebelum HGU siklus pertama berakhir, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan pemberian kembali HGU untuk 1 siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun berdasarkan perjanjian pemanfaatan tanah.

Baca Juga:
Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Sementara itu, jangka waktu HGB di atas hak pengelolaan (HPL) otorita IKN diberikan paling lama 80 tahun melalui 1 siklus pertama dengan tahapan pemberian hak paling lama 30 tahun, perpanjangan hak paling lama 20 tahun, dan pembaruan hak paling lama 30 tahun.

Perpanjangan dan pembaruan HGB diberikan sekaligus setelah 5 tahun HGB digunakan dan/atau dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

Dalam hal jangka waktu pemberian HGB untuk siklus pertama akan berakhir, HGB dapat diberikan kembali untuk 1 siklus kedua apabila diperjanjikan.

Baca Juga:
Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Untuk jangka waktu hak pakai di atas HPL otorita IKN, diberikan paling lama 80 tahun melalui 1 siklus pertama dengan tahapan pemberian hak paling lama 30 tahun; perpanjangan hak paling lama 20 tahun; dan pembaruan hak paling lama 30 tahun.

Perpanjangan dan pembaruan hak pakai diberikan sekaligus setelah 5 tahun hak pakai digunakan dan/atau dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan tujuan pemberian haknya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses