Ilustrasi. Suasana gedung-gedung perkantoran tampak dari ketinggian Gedung Perpusnas di Jakarta, Rabu (5/8/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi berada level negatif untuk pertama kalinya sejak triwulan I-1999, setelah perekonomian pada triwulan II-2020 terkontraksi 5,32%. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi virus Corona menyebabkan tekanan berat pada penerimaan pajak hingga Juli 2020.
Hal ini dipaparkan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (25/8/2020). Menurutnya, penerimaan pajak dari semua sektor usaha per bulan (neto) mengalami kontraksi dalam setelah sempat membaik pada Juni 2020.
"Pada sektor perdagangan, meski ada relaksasi, ternyata masih belum menunjukkan [perbaikan] dari sisi penerimaan pajak. Bulan Juli bahkan kontraksinya lebih dalam dari Juni," katanya.
Pada sektor perdagangan, penerimaan pajak pada bulan Juli (neto) mengalami kontraksi 27,34%, lebih dalam dibanding posisi Juni yang minus 19,93%. Adapun pada Mei 2020, kontraksinya mencapai 40,66%.
Menurut Sri Mulyani, kontraksi itu disebabkan oleh perlambatan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri, pajak penghasilan (PPh) badan, dan PPh/PPN impor. Selain itu, restitusi juga meningkat pada bulan Juli.
Sektor usaha pengolahan atau manufaktur – yang menjadi andalan karena berkontribusi besar pada penerimaan pajak – pada Juli 2020 mengalami kontraksi 28,91%. Meski terkontraksi, kondisi itu masih lebih baik dibanding kinerja pada Juni yang kontraksi 36,18%.
Menurut Sri Mulyani pelemahan pertumbuhan pada industri manufaktur disebabkan oleh pelemahan konsumsi masyarakat. Kontraksi terdalamnya terjadi pada Mei 2020, yakni minus 45,15%.
Demikian pula penerimaan pajak pada sektor usaha jasa keuangan dan asuransi yang tumbuh negatif 6,89% pada Juli 2020. Kondisi itu membaik dibandingkan dengan kinerja pada Juni 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 11,18%.
Penerimaan pajak sektor konstruksi dan real estate pada Juli 2020 juga mengalami kontraksi 18,42%. Kontraksi itu lebih dalam dibandingkan dengan performa pada Juni 2020 yang mencatatkan minus 15,56%.
Adapun penerimaan pajak dari sektor pertambangan juga kembali kontraksi dalam, setelah sempat membaik pada Juni 2020. Pada Juli 2020, kontraksi penerimaan pajak dari sektor tersebut sebesar 44,8%. Sementara pada Juni 2020, kontraksinya sebesar 15,56%.
Menurut Sri Mulyani, kondisi ini masih disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dunia yang kemudian diperparah dengan rendahnya lifting minyak dan gas akibat pandemi.
Sementara itu, penerimaan pajak dari usaha transportasi pergudangan kembali mencatatkan kontraksi, setelah padaJuni menjadi satu-satunya sektor usaha utama yang mampu membalik situasi dan tumbuh positif. Pada Juli 2020, penerimaan dari sektor itu minus 20,93%. Sementara pada Juni 2020, penerimaan tumbuh 9,63%. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.