UU HPP

Penambahan Bracket PPh OP Demi Tekan Ketimpangan, Begini Kata Menkeu

Muhamad Wildan | Senin, 22 November 2021 | 15:30 WIB
Penambahan Bracket PPh OP Demi Tekan Ketimpangan, Begini Kata Menkeu

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Upaya menekan ketimpangan menjadi salah satu alasan di balik ditetapkannya bracket baru untuk perhitungan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi melalui UU HPP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, ketimpangan perlu dijaga agar tidak semakin lebar demi mencegah stabilitas sosial dan politik Tanah Air.

"Terus terang Indonesia itu ketimpangan harus dijaga tidak terlalu lebar. Kalau terlalu lebar akan menimbulkan kecemburuan sosial dan tidak baik dari sisi stabilitas politik," ujar Sri Mulyani, dikutip Senin (22/11/2021).

Baca Juga:
Jaga Daya Beli, India Naikkan Threshold Penghasilan Tidak Kena Pajak

Pemerintah sendiri mencatat ada tren peningkatan pada gini ratio atau tingkat ketimpangan pengeluaran di Indonesia akibat pandemi Covid-19. Gini ratio di Indonesia tercatat mencapai 0,384 per Maret 2021, lebih tinggi dari September 2019 yang hanya menilai 0,380.

Ketimpangan tercatat makin melebar di wilayah perkotaan. Per Maret 2021, tercatat gini ratio di perkotaan sudah mencapai 0,401, lebih tinggi bila dibandingkan dengan September 2019 yang mencapai 0,391.

Melalui UU HPP, pemerintah dan DPR RI sepakat untuk menambah bracket baru tarif PPh orang pribadi dengan tarif 35% atas penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar. Adapun tarif PPh orang pribadi sebesar 5% akan dikenakan atas penghasilan kena pajak sebesar Rp0 hingga Rp60 juta, bukan Rp0 hingga Rp50 juta sebagaimana sebelumnya.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM, pemerintah juga menetapkan batasan omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta per tahun. Dengan demikian, hanya setiap omzet di atas Rp500 juta yang akan dikenai tarif PPh final UMKM sebesar 0,5%.

Seluruh ketentuan baru UU PPh yang diubah melalui UU HPP akan berlaku pada tahun pajak 2022. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Kamis, 30 Januari 2025 | 08:55 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Kenakan BMAD, Sri Mulyani: Lindungi Industri dari Impor Barang Murah

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (5)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol

Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Senin, 03 Februari 2025 | 16:21 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Januari Cuma 0,76 Persen, Diskon Listrik Jadi Penyebab

Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha