Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menambah layer pengenaan sanksi kepabeanan bagi pelaku usaha yang tercatat kurang bayar bea masuk maupun bea keluar. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (18/6/2019).
Penambahan layer ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39/2019 tentang Perubahan PP No.28/2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan. Dalam regulasi terbaru, layer pengenaan denda menjadi 10, lebih banyak dari semula 5 layer. Namun, sanksi tertinggi tetap 1.000%.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan perubahan beleid ini diberlakukan untuk menindaklanjuti aspirasi dari berbagai pihak. Pasalnya, dengan layer yang sudah ada sebelumnya, pengenaan sanksi 1.000% sangat mudah dikenakan.
“Kami berupaya menyempurnakan penjenjangan sanksi administrasi berupa denda dari 5 jenjang diubah menjadi 10 jenjang untuk mencapai denda maksimal 1.000%,” kata Deni. Lihat rincian layer di sini.
Beberapa media nasional juga masih menyoroti pemajakan pada raksasa digital. Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan Inclusive Framework sudah merekomendasikan negara-negara anggota agar mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) di tengah upaya untuk pencapaian konsensus global yang selama ini berfokus pada pajak penghasilan (PPh).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan implementasi PP No. 39/2019 memberikan rasa keadilan dan mendorong kepatuhan pelaku usaha. Apalagi, pengenaan sanksi berupa denda dimaksudkan untuk memberikan efek jera.
“Jadi supaya tidak terlalu berlebihan, kan jenjangnya menjadi 10,” imbuhnya.
Sambil menunggu pencapaian konsensus globa terkait pemajakan ekonomi digital, Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat seharusnya pemerintah fokus pada amendemen Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Perubahan yang berdampak besar pada pemajakan ekonomi digital ada pada ketentuan bentuk usaha tetap (BUT). Ketentuan BUT ini krusial agar perusahaan multinasional – terutama raksasa digital – yang menjual barang dan jasa ke pasar domestik dapat dipajaki.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan dari aspek administrasi, pihak otoritas sebenarnya sudah cukup siap untuk melakukan pembahasan mengenai pengenaan cukai. Namun, regulasi perlu dibahas dan mendapat kesepakatan dari beberapa pihak.
“Tadi sudah disampaikan di DPR, tinggal kami menunggu waktu dari dewan tekait pembahasannya kelak,” katanya.
Bank Indonesia (BI) masih ragu untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga acuan. Ruang pelonggaran memang terbuka jika melihat rendahnya inflasi dan perlunya dorongan perekonomian dari sisi domestik.
“Esensinya seperti itu, cuma masalahnya kami melihat bagaimana kondisi pasar keuangan global dan neraca pembayaran,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.