Warga menonton siaran langsung pedagang yang menawarkan produk melalui media sosial Tiktok di Jakarta, Selasa (26/9/2023). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan resmi meneken revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 sehingga media sosial yang ingin menjadi 'social commerce' harus memiliki izin usaha sendiri dan dilarang berjualan serta bertransaksi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengeklaim pelarangan bagi platform untuk bertindak sebagai media sosial sekaligus e-commerce sebagaimana diatur dalam Permendag 31/2023 tidak akan merugikan UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah perlu melarang penggabungan media sosial dengan e-commerce karena praktik tersebut berpotensi membuka celah bagi platform untuk memonopoli pasar.
"Ini bukan menutup. Pertanyaannya kalau sekarang TikTok Shop dengan medsos TikTok dipisah, apakah seller-nya akan dirugikan? Enggak. Para seller sekarang tetap bisa promosi naikin konten di medsos," ujar Teten, dikutip Senin (2/10/2023).
Menurut Teten, pelaku usaha masih dapat menggunakan media sosial seperti TikTok dan sejenisnya untuk melakukan promosi dengan mencantumkan kontak dan lokasi pembelian.
Seperti diketahui, Permendag 31/2023 turut memuat aturan mengenai social commerce. Merujuk pada aturan tersebut, social commerce sesungguhnya adalah salah satu model bisnis penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE). Dengan adanya klausul social commerce, media sosial dapat memfasilitasi aktivitas promosi yang dilakukan merchant.
"Social commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan merchant dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa," bunyi Pasal 1 angka 17 Permendag 31/2023.
Namun, social commerce selaku PPMSE tidak boleh memfasilitasi transaksi. Social commerce hanya boleh digunakan untuk promosi. "PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3) Permendag 31/2023.
Adapun klausul untuk mencegah terjadinya penggabungan antara media sosial dan e-commerce juga termuat dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a Permendag 31/2023. Pada ayat tersebut, PPMSE harus memastikan tidak adanya keterhubungan antara sistem elektronik sebagai sarana PMSE dan sistem elektronik yang digunakan selain untuk PMSE.
Lebih lanjut, PPMSE juga harus memastikan bahwa data pengguna tidak disalahgunakan oleh PPMSE ataupun perusahaan yang berafiliasi dalam sistem elektroniknya.
PPMSE yang melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (3) ataupun Pasal 13 ayat (3) Permendag 31/2023 berpotensi dijatuhi sanksi administratif berupa peringatan tertulis, dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan, dimasukkan dalam daftar hitam, pemblokiran sementara, atau pencabutan izin usaha. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.