BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Bakal Terapkan Campuran Rezim Nail Down dan Prevailing

Kurniawan Agung Wicaksono | Rabu, 26 Desember 2018 | 08:15 WIB
Pemerintah Bakal Terapkan Campuran Rezim Nail Down dan Prevailing

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan menggunakan campuran rezim nail down dan prevailing untuk kewajiban perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak usaha pertambangan batu bara. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (26/12/2018).

Pemberlakuan campuran dua rezim itu akan tertuang dalam peraturan pemerintah (PP) terkait dengan perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam usaha pertambangan batubara.

Seperti diketahui, berbeda dengan rezim nail down yang memiliki tarif tetap, rezim prevailing justru memiliki tarif sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Kebijakan Harga Gas Bumi Kerek Setoran Pajak Perusahaan

Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa media nasional juga masih menyoroti perubahan skema perpajakan dan royalti PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah sahamnya sekitar 51.23% diakuisisi oleh holding BUMN pertambangan PT Inalum.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyuguhkan informasi terkait kenaikan alokasi pembiayaan proyek infrastruktur melalui penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk pada 2019.

Berikut ulasan berita selengkapnya:

Baca Juga:
Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini
  • PP Ditarget Berlaku Awal 2019, Ada Pembagian Rezim Perpajakan

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto Kurniawan mengatakan PP) terkait dengan perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam usaha pertambangan batubara ditarget berlaku mulai awal 2019.

Tidak semua komponen tarif menggunakan rezim nail down. Beberapa komponen akan menggunakan rezimprevailing sehingga dapat berubah ketika ada perubahan regulasi. Pengusaha batubara khususnya pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) akan berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“PP-nya mudah-mudahan bisa segera terbit, awal 2019. Beberapa pajak nail down dan beberapa prevailing,” ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut detail pembagian komponen tarif.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat
  • Sri Mulyani Pastikan Negara Dapat Penerimaan Lebih Tinggi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan dengan rezim nail down, negara akan mendapatkan penerimaan lebih tinggi dari PTFI dalam jangka panjang. Apalagi, jika ada penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) dalam revisi Undang-Undang (UU) PPh.

“Jadi nanti kalau ada perubahan UU PPh yang tarif PPh-nya turun, mereka [PTFI] tetap membayar 25%,” katanya.

PTFI akan membayar PPh 25%, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, serta royalty untuk tembaga sebesar 4% dan emas 3,75%. Skema pajak ini tidak berlaku bagi perpajakan daerah. Peraturan perpajakan daerah akan segera keluar tersendiri.

Baca Juga:
Coretax System Terus Disempurnakan, Sri Mulyani Minta Dukungan WP
  • Project Financing Sukuk Terus Meningkat

Alokasi project financing sukuk pada tahun depan mencapai Rp28,43 triliun, meningkat dari posisi tahun ini Rp22,53 triliun. Otoritas mengatakan sejak 2013, pemerintah terus memperbesar alokasi tersebut untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur.

  • Serapan Anggaran Didorong Lebih Awal

Pemerintah secara konsisten memberikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) lebih dini selama 2 tahun terakhir. Dengan hal ini, pemerintah berharap ada percepatan proses penyerapan anggaran yang lebih optimal dan cepat. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 26 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Kebijakan Harga Gas Bumi Kerek Setoran Pajak Perusahaan

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 09:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax System Terus Disempurnakan, Sri Mulyani Minta Dukungan WP

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China