FILIPINA

Pemerintah Bakal Perkenalkan Beberapa Pajak Baru Tahun Depan

Dian Kurniati | Selasa, 26 Mei 2020 | 16:14 WIB
Pemerintah Bakal Perkenalkan Beberapa Pajak Baru Tahun Depan

Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (Foto: Philstar)

MANILA, DDTCNews—Presiden Filipina Rodrigo Duterte bakal memperkenalkan beberapa pajak baru pada 2021 sebagai upaya untuk menutup biaya stimulus yang dikeluarkan dalam menghadapi pandemi virus Corona.

Asisten Menteri Keuangan Teresa Habitan mengatakan pengenaan pajak baru tersebut diharapkan mampu mengimbangi sebagian biaya yang harus digelontorkan pemerintah untuk menstimulasi pemulihan ekonomi pasca-pandemi virus Corona.

Beberapa pajak baru yang diusulkan yakni pajak pertambahan nilai (PPN) ekonomi digital, pajak minuman berpemanis tinggi, serta pungutan pada junk food, terutama yang memiliki kadar lemak dan garam tinggi.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

“Kami juga ingin mengembalikan pertumbuhan [penerimaan negara] dengan defisit yang berkelanjutan sehingga tidak merusak kelaikan kredit negara secara keseluruhan," katanya, Selasa (26/5/2020).

Proposal pajak baru tersebut termuat dalam draft presentasi Program Pemulihan Filipina pada tanggal 14 Mei. Proposal tersebut merupakan bagian dari keseluruhan rencana pemulihan dan ketahanan ekonomi pasca-pandemi.

Presentasi mencatat bahwa pemerintah ingin "menggunakan krisis sebagai peluang untuk melakukan reformasi struktural", lantaran pendapatan negara diperkirakan akan jatuh karena kurangnya kegiatan ekonomi tahun ini.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Dokumen tersebut juga telah memuat beberapa saran dari berbagai kalangan. Sebagai contoh, PPN ekonomi digital yang akan mengincar Netflix dan Amazon. Usulan tersebut pertama kali dilontarkan oleh anggota parlemen Joey Salceda.

Pemerintah memproyeksikan pajak baru akan mendatangkan penerimaan P15 miliar pada tahun pertama, yang diikuti P16,6 miliar pada tahun kedua, serta P18,4 miliar pada tahun ketiga, atau saat masa jabatan Presiden Duterte berakhir.

Pungutan pajak baru lainnya, cukai atas makanan yang mengandung lemak trans dan garam tinggi, juga telah didukung oleh Pusat Penelitian Pajak Nasional di bawah Kementerian Keuangan.

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Pemerintah Filipina berencana mengenakan tarif cukai junk food sebesar 8%. Dengan tarif tersebut, pemerintah memperkirakan potensi penerimaan yang didapat sekitar P800 juta-P1 miliar dalam tiga tahun ke depan atau 2023.

Pengenaan pajak minuman manis direncanakan dengan tarif 6%, yang diproyeksikan menambah penerimaan negara P2,9 miliar pada 2021, sebelum naik menjadi P6,4 miliar pada 2022 dan P10,7 miliar pada 2023.

Pemerintah juga mengantongi dukungan mengenakan pajak pada pengguna kendaraan bermotor yang lebih tinggi. Potensi penerimaan yang ditargetkan dari pajak itu yakni P10,8 miliar pada 2021, menjadi P25,8 miliar pada 2022, dan P38,2 miliar pada 2023.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Ada pula rencana "perbaikan administrasi pajak" atau "menyelaraskan" pajak pada operator game di luar negeri sehingga mampu mendatangkan penerimaan P5,8 miliar tahun depan, P6,2 miliar pada tahun berikutnya dan P6,6 miliar pada tahun 2023.

Dengan uraian tersebut, Duterte sedang mengincar tambahan pendapatan sebesar P35,3 miliar (Rp10,3 triliun) pada tahun 2021, lalu menjadi P55,9 miliar (Rp16,3 triliun) pada 2022, dan P74,9 miliar (Rp21,8 triliun) pada 2023.

Tambahan pendapatan tersebut akan digunakan untuk menutup sebagian biaya dari Undang-undang Pemulihan dan Insentif Pajak untuk Perusahaan, yang menjadi versi amandemen dari Pajak Penghasilan Perusahaan dan Undang-Undang Rasionalisasi Insentif.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Kebijakan itu memberikan potongan pajak penghasilan (PPh) Badan hingga 25% secara instan jika disahkan Juli tahun ini. Pemerintah berharap RUU mampu mendukung investasi swasta dan membantu perekonomian pulih dari pandemi.

Biaya insentif pada RUU tersebut diperkirakan mencapai P41,96 miliar (Rp12,25 triliun) pada 2020, lalu P95,03 miliar (Rp27,74 triliun) pada 2021, dan menjadi P103 miliar (Rp30 triliun) pada 2022.

Semua proposal pajak saat ini masih dalam studi, sebelum diajukan kepada Kongres. “Kami ingin melihat tren penurunan rasio defisit, dan agar rasio utang tidak naik terlalu banyak,” kata Habitan dilansir dari Philstar. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja