Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Turunnya aktivitas pengapalan ke Indonesia membuat realisasi pajak atas impor hingga akhir Oktober 2019 masih terkontraksi 5,43%.
Dalam dokumen APBN Kita Edisi November 2019, Kementerian Keuangan memaparkan realisasi penerimaan pajak atas impor sepanjang Januari—Oktober 2019 tercatat senilai Rp189,63 triliun atau terkontraksi 5,43% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.
“Target pertumbuhan penerimaan pajak atas impor 2019 adalah sebesar 21,41% (yoy). Namun, sampai dengan 31 Oktober 2019, pertumbuhan realisasi penerimaan baru menunjukkan -5,43% (yoy),” demikian pernyataan otoritas dalam dokumen tersebut.
Kemenkeu menjelaskan kondisi penerimaan pajak impor itu sejalan dengan aktivitas impor yang menurun. Nilai impor kumulatif Indonesia sepanjang Januari—September 2019 tercatat tumbuh negatif 9,12% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Jika melihat detailnya, pajak pertambahan nilai (PPN) impor tercatat masih menjadi penyumbang terbesar yaitu senilai Rp140,68 triliun atau sekitar 74,2% dibandingkan keseluruhan penerimaan pajak impor. Namun, penerimaan tersebut masih terkontraksi 7,25%.
Sementara, penerimaan pajak penghasilan (PPh) 22 impor tercatat senilai Rp44,98 triliun atau menyumbang sekitar 23,7%. Namun, kinerja penerimaan pos pajak ini juga terkontraksi sekitar 0,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun penerimaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) impor tercatat senilai Rp3,97 triliun atau hanya 2,1% dari total penerimaan pajak impor selama 10 bulan pertama 2019. Realisasi itu mencatatkan pertumbuhan 14,98%.
“Penurunan kegiatan impor berdampak langsung terhadap output produksi karena sebagian besar komoditas impor adalah bahan baku dan barang modal,” imbuh Kemenkeu.
Akibatnya, penyerahan dalam negeri dan ekspor juga mengalami kontraksi. Ekspor tumbuh negatif 8% sampai dengan September 2019. Penurunan terutama dirasakan pada sektor-sektor utama, yaitu industri pengolahan, pertambangan, dan perdagangan.
Moderasi impor ditambah dengan masih lemahnya harga komoditas di pasar global juga menjadi penyebab kontraksi penerimaan PPh Migas. Hingga Oktober 2019, penerimaan pos ini terkontraksi 9,27%. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
..dan juga kinerja korporasi akan kurang menggembirakan krn banyak yang punya kewajiban diakhir tahun terutama yg pakai dana offshore ..yang terkonversi oleh nilai valas..
import turun bisa juga krn ekpor barang terkait (yg di re-ekspor) juga turun ..banyak anomali penerimaan ... dan klo terjadi ekport naik tentu permintaan import bertambh meski penerimaan pajak belum tentu naik pula..secara total.. banyak restitusi .