KEBIJAKAN CUKAI

Ada Ultimum Remedium, Pembayaran Denda Cukai 2024 Capai Rp77,61 Miliar

Dian Kurniati | Minggu, 12 Januari 2025 | 14:00 WIB
Ada Ultimum Remedium, Pembayaran Denda Cukai 2024 Capai Rp77,61 Miliar

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat realisasi penerimaan yang berasal dari denda administratif karena implementasi prinsip ultimum remedium di bidang cukai mencapai Rp77,61 miliar pada 2024, naik 15,6% dari tahun sebelumnya.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan mayoritas ultimum remedium tersebut dilaksanakan terhadap pelanggaran di bidang cukai yang masih pada tahap penelitian.

"Didominasi oleh penelitian karena kalau sudah tahap dua, kita melibatkan dengan kejaksaan, akan lebih sulit," katanya, dikutip pada Minggu (12/1/2025).

Baca Juga:
Cek NTPN, WP Nanti Bisa Akses Menu Buku Besar di Aplikasi Coretax DJP

Apabila diperinci, realisasi denda karena implementasi ultimum remedium di bidang cukai pada 2024 terdiri atas Rp54,5 miliar dari ultimum remedium penelitian dan Rp12,3 miliar dari ultimum remedium penyidikan.

Nirwala menjelaskan prinsip ultimum remedium cukai ini dilaksanakan berdasarkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dengan prinsip ultimum remedium, sanksi pidana akan menjadi upaya terakhir dalam menangani pelanggaran di bidang cukai.

Meski demikian, dia menegaskan pembayaran denda karena penerapan ultimum remedium bukan berarti denda damai.

Baca Juga:
Soal Makan Bergizi Gratis, DEN Sebut Program yang Tergolong Progresif

"Ultimum remedium itu bukan denda damai, tetapi mengakhirkan tindak pidananya. Sama-sama tujuannya untuk bikin jera yang melakukan pelanggaran," ujarnya.

UU Cukai yang direvisi dengan UU HPP mengatur ketentuan mengenai prinsip ultimum remedium di bidang cukai. UU HPP mengatur penyesuaian sanksi administratif dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.

Berdasarkan UU HPP, pejabat DJBC berwenang meneliti dugaan pelanggaran di bidang cukai. Jika hasil penelitian menunjukkan pelanggaran yang dimaksud bersifat pelanggaran administratif di bidang cukai, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pembayaran sanksi administratif.

Baca Juga:
Pemerintah Mulai Susun Peraturan terkait Cukai Minuman Berpemanis

Penelitian atas dugaan pelanggaran hanya dibatasi pada 5 pasal, yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai. Kelimanya menyangkut pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai (BKC), BKC tidak dikemas, BKC yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.

Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku untuk membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.

Sementara itu, terkait dengan ketentuan teknis penerapan prinsip ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penelitian, Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan PMK No. 237/2022.

Baca Juga:
Pemerintah Jepang Siap Bantu Indonesia Sediakan Makan Bergizi Gratis

Perubahan juga berlaku untuk Pasal 64 UU Cukai mengenai pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Dalam ketentuan sebelumnya, penghentian penyidikan mewajibkan adanya pembayaran pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.

Namun, melalui UU HPP, ketentuan tersebut diubah. Pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Sebagai peraturan pelaksana terkait dengan penerapan ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penyidikan, pemerintah telah menerbitkan PP 54/2023 dan PMK 165/2023. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 12 Januari 2025 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Cek NTPN, WP Nanti Bisa Akses Menu Buku Besar di Aplikasi Coretax DJP

Minggu, 12 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Soal Makan Bergizi Gratis, DEN Sebut Program yang Tergolong Progresif

Minggu, 12 Januari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Pemerintah Mulai Susun Peraturan terkait Cukai Minuman Berpemanis

BERITA PILIHAN
Minggu, 12 Januari 2025 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Cek NTPN, WP Nanti Bisa Akses Menu Buku Besar di Aplikasi Coretax DJP

Minggu, 12 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Soal Makan Bergizi Gratis, DEN Sebut Program yang Tergolong Progresif

Minggu, 12 Januari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Ada Ultimum Remedium, Pembayaran Denda Cukai 2024 Capai Rp77,61 Miliar

Minggu, 12 Januari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Pemerintah Mulai Susun Peraturan terkait Cukai Minuman Berpemanis

Minggu, 12 Januari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Jepang Siap Bantu Indonesia Sediakan Makan Bergizi Gratis

Minggu, 12 Januari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

Istri Gabung NPWP Suami, Pengajuannya Bisa Lewat Coretax

Minggu, 12 Januari 2025 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pengawasan Perdagangan Kripto Resmi Beralih ke OJK, Ini Kata Mendag

Minggu, 12 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Pengangsuran/Penundaan Pembayaran PPh Pasal 29 berdasarkan PMK 81/2024

Minggu, 12 Januari 2025 | 10:30 WIB PER-1/PJ/2025

Juknis Pembuatan Faktur Pajak Sesuai PMK 131/2024, Unduh di Sini