PENERIMAAN PAJAK

Pacu Penerimaan Pajak, Ini Rekomendasi ADB Bagi Negara Asia Tenggara

Muhamad Wildan | Rabu, 17 Maret 2021 | 15:15 WIB
Pacu Penerimaan Pajak, Ini Rekomendasi ADB Bagi Negara Asia Tenggara

Ilustrasi. (adb.org)

MANILA, DDTCNews – Asian Development Bank (ADB) memberikan sejumlah rekomendasi bagi negara-negara Asia Tenggara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Dalam laporan berjudul Strengthening Domestic Resource Mobilization in Southeast Asia, ADB menyebutkan kinerja penerimaan pajak di negara-negara Asia Tenggara mengalami penurunan hingga 14% akibat pandemi.

Akibatnya, banyak negara Asia Tenggara yang memiliki tax ratio yang tidak mencapai 15%, bahkan sudah terjadi sebelum pandemi. Kondisi ini tentu tidak ideal mengingat kebutuhan dana saat ini sangat besar dalam menangani Covid-19.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

"Hal ini mempersempit ruang pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan dari sumber eksternal dan makin mempertegas pentingnya domestic resource mobilization (DRM)," kata ADB, dikutip Rabu (17/3/2021).

Pada saat bersamaan, sistem perpajakan yang berlalu di negara Asia Tenggara juga memiliki banyak kelemahan, mulai dari desentralisasi fiskal yang rendah, kurang progresifnya struktur pajak, maraknya penghindaran pajak, beban kepatuhan pajak yang tinggi, dan lain sebagainya.

Untuk itu, ADB memberikan empat rekomendasi yang bisa diterapkan negara-negara Asia Tenggara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak di antaranya perluasan basis, perbaikan sistem administrasi pajak, peningkatan kepatuhan, dan peningkatan kerja sama perpajakan internasional.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Basis pajak dapat diperluas melalui perluasan cakupan PPh orang pribadi. ADB menilai perlu ada reformasi ketentuan yang mengecualikan pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi. Praktik pengelakan pajak oleh wajib pajak orang pribadi juga perlu diminimalisasi.

Basis pajak juga perlu dapat diperluas melalui pengenaan pajak kekayaan. ADB memandang pajak kekayaan sebagai pajak yang amat progresif. Meski demikian, hingga saat ini pajak kekayaan masih belum sepenuhnya diadopsi oleh negara-negara Asia Tenggara.

Selain itu, ADB menilai desain pajak properti yang berlaku juga perlu diperbaiki. Pajak properti sulit dihindari oleh wajib pajak mengingat properti adalah aset berwujud yang tidak dapat dipindahkan oleh wajib pajak.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Tak ketinggalan, ADB mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk mulai mengenakan pajak yang berorientasi lingkungan seperti pajak atas penggunaan bahan bakar fosil serta mengenakan pajak atas jasa digital.

Dalam aspek peningkatan kepatuhan, ADB mendorong negara Asia Tenggara untuk mulai memungut pajak dari sektor ekonomi informal. Hal ini dinilai penting untuk menjaga moral pajak serta mengerek setoran pajak, termasuk PPN.

Perihal sistem administrasi perpajakan, ADB mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk terus mengembangkan sistem pelaporan dan pembayaran pajak secara online demi menekan beban kepatuhan wajib pajak. Komunikasi kepada wajib pajak juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran dan literasi perpajakan di masyarakat.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Terakhir, ADB meminta kepada negara-negara Asia Tenggara untuk lebih aktif dalam menjalin kerja sama perpajakan. Kerja sama dapat dijalin untuk meningkatkan pengawasan atas wajib pajak orang kaya dan korporasi multinasional.

Selama ini, orang kaya dan korporasi multinasional cenderung dipandang sebagai pihak berperan aktif menggerus basis pajak melalui aggressive tax planning dan profit shifting. Kerja sama internasional juga bisa meningkatkan persepsi publik atas sistem pajak yang berlaku. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?