KESEPAKATAN INTERNASIONAL

OECD Rilis Proposal Pajak Digital Sebelum Paruh Oktober

Redaksi DDTCNews | Minggu, 01 September 2019 | 16:53 WIB
OECD Rilis Proposal Pajak Digital Sebelum Paruh Oktober

Kepala Kebijakan Pajak OECD Pascal Saint Amans.

PARIS, DDTCNews—Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) akan merilis proposal untuk reformasi pajak perusahaan global sebelum pertemuan para menteri keuangan dan bank sentral pada komite G-20 yang digelar 17 Oktober 2019 di Washington, Amerika Serikat.

OECD tengah mengejar dua alternatif guna menangani persoalan bisnis khususnya perusahaan digital. Pasalnya, perusahaan ini dapat memiliki pangsa pasar yang signifikan tanpa kehadiran fisik. Dengan demikian, perusahaan tersebut dapat lolos dari pajak perusahaan di suatu negara.

Pertama, menyangkut bagaimana kita memajaki perusahaan yang tidak terkena pajak saat ini, dan bagaimana cara merealokasi hak pemungutan pajak. Kedua, melibatkan penciptaan pajak minimum atas laba,” kata Kepala Kebijakan Pajak OECD Pascal Saint Amans.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Lebih lanjur Pascal menjelaskan tentang konsep global minimum yang mana jika sebuah perusahaan beroperasi di luar negeri dan dikenakan pajak dengan tingkat di bawah minimum, negara tempat perusahaan tersebut berbasis dapat memperoleh selisihnya.

Ia menyebut sistem itu akan bekerja dengan cara yang mirip dengan global intangible low-tax income (GILTI) yang dirilis untuk perusahaan multinasional oleh AS pada 2017. GILTI menetapkan batas antara 10,5% dan 13,125% pada rata-rata tarif pajak yang dibayarkan oleh perusahaan multinasional AS.

Sementara itu, kerangka kerja OECD untuk pajak digital ini akan didasarkan pada rata-rata tarif di tingkat global. Pascal juga memberikan ilustrasi guna memberi gambaran tentang konsep yang tengah digodok OECD.

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

“Jika perusahaan Prancis menghasilkan setengah keuntungan di AS dan dikenakan pajak 25%, lalu separuh lainnya di Kepulauan Cayman dan kena 0%, itu memberi Anda rata-rata 12,5%. Jika Anda menerapkannya, Anda akan dapatkan pajak atas setengah dari keuntungan Cayman,” jelasnya.

Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa hal itu akan melanggar kedaulatan fiskal negara. Menanggapi ini, Pascal membantahnya dan mengatakan setiap negara akan tetap berdaulat dan akan mengamati apa yang terjadi di luar negeri sehingga mereka dapat meperoleh kembali selisihnya.

Akan tetapi, ia mengakui, tidak mudah untuk menerapkan konsep tersebut. Selain itu, agar berhasil konsep ini membutuhkan perjanjian multinasional. Namun, Ia menyebut ada peluang yang bagus untuk menerapkan konsep tersebut.

Baca Juga:
Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Terlebih pada Juni 2019 lalu, sambungnya, sebanyak 129 anggota Kerangka Kerja Inklusif OECD dan G-20 tentang Base Erosion and Profit Shifting(BEPS) sepakat untuk menyusun perjanjian global baru guna memajaki perusahaan multinasional pada akhir 2020.

“Selain itu, ini sudah dilakukan pada 2015 dengan kesepakatan tentang erosi BEPS. Dan dengan dukungan politik yang diberikan di G-7, ada peluang bagus yang dapat membuat kebijakan ini terus bergerak maju," ungkapnya seperti dilansir caymancompass.com. (MG-nor/Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:17 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Rabu, 09 Oktober 2024 | 13:45 WIB LITERATUR PAJAK

Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

BERITA PILIHAN
Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Opsen Pajak Berlaku Mulai Tahun Depan, Program Sengkuyung Digencarkan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kepada Sri Mulyani, Prabowo Tekankan Penggunaan APBN Harus Teliti

Kamis, 24 Oktober 2024 | 08:47 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

Ruston Tambunan Terpilih Jadi Presiden AOTCA Periode 2025-2026

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah