Ilustrasi. (Moody's)
JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Moody's dalam laporannya turut menyoroti pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sebagai bagian dari langkah reformasi fiskal di Indonesia.
Moody's menilai reformasi fiskal akan meningkatkan basis pendapatan dan menciptakan sumber pembiayaan baru. Implementasi UU HPP dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) juga dinilai akan menjadi penyangga fiskal dalam jangka panjang.
"Moody's berpandangan reformasi fiskal bukan untuk menghasilkan manfaat langsung tetapi mendukung pelestarian pertumbuhan dan penyangga fiskal dalam jangka panjang," bunyi laporan Moody's, dikutip pada Jumat (11/2/2022).
Moody's menilai terdapat sejumlah manfaat yang akan diperoleh pemerintah dari implementasi UU HPP. Manfaat itu di antaranya memperluas basis pendapatan, meningkatkan efisiensi pengeluaran, menciptakan sumber pembiayaan untuk investasi, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dengan UU HPP, penerimaan pajak juga diperkirakan akan bertambah sebesar 0,7% hingga 1,2% terhadap produk domestik bruto (PDB) per tahun sepanjang 2022-2025.
Selain UU HPP, langkah reformasi juga dilakukan pemerintah melalui UU Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Moody's memandang peraturan itu akan menyelaraskan pengeluaran antara pemerintah pusat dan daerah, memperkuat kekuatan perpajakan, serta meningkatkan akuntabilitas provinsi.
Kemudian, Moody's menyebut reformasi fiskal akan membantu pemerintah menurunkan tingkat defisit anggaran yang sempat melebar karena pandemi Covid-19. Melalui berbagai langkah konsolidasi fiskal yang berjalan, defisit fiskal diperkirakan hanya akan sebesar 3,8% PDB pada 2022.
"Ini akan membuka jalan bagi pemerintah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan untuk kembali ke batas defisit 3,0% pada 2023," bunyi laporan Moody's.
Sepanjang 2021, pemerintah mencatat defisit APBN senilai Rp783,7 triliun atau setara 4,65% PDB. Angka itu lebih kecil dari yang direncanakan pemerintah dalam UU APBN 2021, yakni senilai Rp1.006,4 triliun atau 5,7% PDB.
Memasuki 2022, pemerintah merencanakan defisit APBN senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB. Pemerintah mengestimasi realisasi defisit 2022 juga akan lebih kecil, bahkan di level 4,3% PDB, karena implementasi UU HPP akan membuat penerimaan perpajakan meningkat.
Moody's memutuskan untuk kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil. Sebelumnya, Moody's mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook Stabil pada 10 Februari 2020. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.