Ilustrasi.
DHAKA, DDTCNews – Melonjaknya angka produk domestik bruto (PDB) di Bangladesh ternyata tidak dibarengi dengan kenaikan mobilisasi pajak. Hal tersebut mengakibatkan Bangladesh memiliki rasio pajak terendah di Asia Selatan.
Mantan Anggota IMF Ahsan H. Mansur mengatakan rasio pajak yang rendah diakibatkan karena PDB di Bangladesh berkembang terlalu cepat. Sayangnya, mobilisasi penerimaan pajak justru tidak dapat mengikuti perkembangan tersebut.
"Menurut saya, rasionya mungkin sedikit naik. Tapi di sini, di Bangladesh, PDB berkembang terlalu cepat, tetapi mobilisasi pajak tidak mengikutinya," tuturnya dikutip dari thefinancialexpress.com, Kamis (30/12/2021).
Merujuk pada dokumen yang ditulis Kementerian Keuangan, rasio pajak (tax ratio) Bangladesh hanya 7,7% pada tahun fiskal 2020-2021 atau paling rendah di kawasan Asia Selatan yang rata-rata sebesar 12% dari PDB.
Rasio pajak yang rendah tentu dapat memengaruhi pelaksanaan anggaran pemerintah. Menurut Bank Dunia, indikator rasio pajak idealnya mencapai 15% dari PDB.
Bank Dunia mematok rasio pajak 15% untuk mendukung kepentingan program pengentasan masalah kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan menyejahterakan rakyat. Untuk itu, penerimaan pajak yang lebih tinggi menjadi penting.
Penerimaan pajak yang lebih tinggi menunjukkan negara dapat membelanjakan lebih banyak untuk meningkatkan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan program jaring pengaman sosial.
Di sisi lain, ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) di Bangladesh saat ini dinilai terlalu rumit. Pakar ekonomi mendesak pemerintah untuk melakukan revisi atau amendemen. (vallen/rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.