KEBIJAKAN BEA KELUAR

Mineral Mentah yang Boleh Diekspor Dipangkas Jadi Hanya 4 Jenis

Dian Kurniati | Selasa, 25 Juli 2023 | 16:30 WIB
Mineral Mentah yang Boleh Diekspor Dipangkas Jadi Hanya 4 Jenis

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/2023, jenis produk hasil pengolahan mineral logam yang dapat diekspor dipangkas dari 10 jenis menjadi hanya 4 jenis.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan larangan ekspor mineral mentah diamanatkan dalam UU 3/2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Meski demikian, relaksasi ekspor masih diberikan untuk 4 jenis barang hasil pengolahan mineral logam.

"Jadi, 6 komoditi lainnya yang dulunya masih diizinkan [Kementerian] ESDM sudah dilarang total, dan untuk PMK 71/2023 hanya 4 komoditi," katanya, dikutip pada Selasa (25/7/2023).

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Askolani menuturkan Lampiran huruf E PMK 71/2023 memerinci 4 jenis barang hasil pengolahan mineral logam yang masih dibolehkan ekspor. Pertama, konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15% Cu dengan pos tarif ex 2603.00.00.

Kedua, konsentrat besi laterit (gutit, hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 50% Fe dan kadar (Al2O3+SiO2) ≥ 10% dengan pos tarif ex 2601.11.10, ex 2601.11.90, ex 2601.12.10, dan ex 2601.12.90.

Ketiga, konsentrat timbal dengan kadar ≥ 56% Pb dengan pos tarif ex 2607.00.00. Keempat, konsentrat seng dengan kadar ≥ 51% Zn dengan pos tarif ex 2608.00.00.

Baca Juga:
BKF: Ekonomi 2025 Tetap Bakal Tumbuh di Atas 5% Meski PPN Jadi 12%

Meski ada relaksasi ekspor, lanjut Askolani, pemerintah terus mendorong perusahaan tambang segera melaksanakan hilirisasi dan merampungkan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter).

Progres Pembangunan Smelter dalam Penetapan Tarif Bea Keluar

Melalui PMK 71/2023, ketentuan penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil mineral logam kini didasarkan pada progres fisik pembangunan smelter.

Pada ketentuan yang lama, yaitu PMK 39/2022, tidak ada ketentuan mengenai persentase kemajuan fisik pembangunan smelter minimum dalam penetapan tarif bea keluar.

Baca Juga:
Pemda Diminta Lakukan Pencadangan Dana dari APBN untuk Infrastruktur

Pada PMK 71/2023, disebutkan penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam didasarkan atas progres fisik pembangunan smelter yang telah mencapai paling sedikit 50%.

Pada tahap I, diatur tingkat kemajuan fisik pembangunan harus ≥50% sampai dengan <70% dari total pembangunan. Pada tahapan ini, tarif bea keluar atas ekspor mineral logam tembaga sebesar 10% serta besi, timbal, dan seng 7,5% hingga 31 Desember 2023.

Mulai 1 Januari hingga 31 Mei 2024, apabila progres pembangunan smelter masih di tahap I, tarif bea keluar atas ekspor mineral logam tembaga sebesar 15%, serta besi, timbal, dan seng 10%

Baca Juga:
Dalam Sebulan, Bea Cukai Batam Amankan 434 HP-Tablet dari Penumpang

Pada tahap II, tingkat kemajuan fisik pembangunan harus ≥ 70% sampai dengan <90% dari total pembangunan. Tarif bea keluar yang diterapkan pada tahap ini adalah sebesar 7,5% untuk ekspor tembaga, serta 5% untuk besi, timbal, dan seng hingga 31 Desember 2023.

Apabila pembangunan smelter masih berada di tahap II pada 1 Januari hingga 31 Mei 2024, tarif bea keluar yang diterapkan untuk ekspor tembaga sebesar 10%, serta besi, timbal, dan seng 7,5%.

Pada tahap III, tingkat kemajuan fisik pembangunan harus ≥ 90% sampai dengan 100% dari total pembangunan. Pada tahap ini, tarif bea keluar ekspor tembaga sebesar 5%, sedangkan besi, timbal, dan seng 2,5% hingga 31 Desember 2023.

Baca Juga:
Cegah Penyelundupan, DJBC Mulai Gunakan Alat Pemindai Peti Kemas

Jika pembangunan smelter masih berada di tahap III pada 1 Januari hingga 31 Mei 2024, tarif bea keluar yang diterapkan untuk ekspor tembaga sebesar 7,5%, serta besi, timbal, dan seng 5%.

Askolani menjelaskan perbedaan lapisan tarif bea keluar diharapkan mampu mendorong perusahaan tambang segera merampungkan pembangunan smelter pada tahun ini. Apabila kembali tertunda, bea keluar yang dikenakan juga lebih tinggi.

"Di situ penetapan bea keluar yang baru didasarkan kepada timetable Juli ke Desember [2023]. Tetapi kalau kemudian sesuai dengan usulan dari Freeport mereka minta excuse hingga April-Mei maka pemerintah buat lapisan bea keluar yang lebih tinggi," ujarnya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:30 WIB APARATUR SIPIL NEGARA

Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP